Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah melakukan pemeriksaan lapangan ke Pegunungan Kendeng di Kabupaten Rembang dan Pati, baru-baru ini. Dalam kesempatan itu, Ombudsman yang didampingi Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) melihat secara langsung titik pertambangan di CAT Watuputih dan KBAK Sukolilo.

Hal tersebut disampaikan Ketua JM-PPK, Gunretno, beberapa waktu lalu. Dia mengatakan, pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 ini adalah tindaklanjut dari laporan JM-PPK kepada Ombudsman Republik Indonesia pada Desember 2018 lalu. Sampai saat ini, rekomendasi yang sudah tertuang jelas dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pegunungan Kendeng tak kunjung dijalankan oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Gunretno. Foto: Do. Beta News

Gunretno menjelaskan, dalam hasil laporan disebutkan, sesuai rekomendasi KLHS Pegunungan Kendeng harus dilakukan moratorium izin pertambangan di Pegunungan Kendeng. Kondisi pegunungan tersebut dinilai sudah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. Sampai dengan September 2020, pihaknya melihat ada puluhan izin tambang existing. Data itu berdasarkan akses informasi izin pertambangan di Pati dan Rembang kepada Dinas ESDM Jawa Tengah.

“Selain itu, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa KLHS menjadi acuan dasar pemerintah untuk memastikan pembangunan berkelanjutan dalam penyusunan kebijakan RTRW, RPJP, dan RPJM di nasional, provinsi, hingga kabupaten dan kota,” terangnya.

Hal tersebut, kata Gunretno, justru berbanding terbalik, KLHS Pegunungan Kendeng bukan menjadi acuan utama dimana dalam hasil revisi RTRW Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2018, Pati dan Rembang ditetapkan sebagai kawasan pertambangan. Begitupun dalam hasil Revisi Perda RTRW Pati yang menetapkan seluruh kecamatan menjadi kawasan pertambangan. Serta Draft Revisi Perda RTRW Rembang yang menunjukkan perluasan kawasan pertambangan.

- advertisement -

Baca juga:

Kondisi ini, ujar Gunretno, semakin membuat kendeng dalam ancaman dan kondisi yang krisis serta makin diperburuk dengan kebijakan yang mengeksploitasinya. Padahal secara jelas dalam Pasal 17 UUPPLH dijelaskan ketika daya dukung dan daya tampung lingkungan sudah terlampaui maka kebijakan wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS. Termasuk segala kegiatan/usaha yang berdampak terhadap lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.

Gunretno menyatakan, melihat kondisi di lapangan, saat ini Pati dan Rembang sudah pada situasi krisis bencana. Bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di beberapa titik menjadi bukti bahwa kerusakan alam di Pegunungan Kendeng sudah pada kondisi gawat. Hal ini juga tertulis jelas dalam dokumen KLHS Pati tahun 2019 dimana Kabupaten Pati berada dalam kawasan rawan bencana peringkat ke 11 se provinsi Jawa Tengah.

“Atas dasar kondisi alam yang sudah tidak sesuai, dan bencana alam yang makin dalam kondisi krisis, kami menganggap perlu untuk selanjutnya ada tindakan konkrit dari pemangku kebijakan. Segera menghentikan segala bentuk pengrusakan di Pegunungan Kendeng. Kami juga akan terus berkomitmen untuk mengawal laporan ini hingga keluar rekomendasi yang berpihak kepada Pegunungan Kendeng demi alam yang tetap lestari,” tegas Gunretno.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini