Husaini. Foto: Dok. Beta News

Pegiat lingkungan di Pati, Husaini juga membenarkan soal rusaknya Pegunungan Kendeng. Menurut Huasin sapaan akrabnya, garis besar masalah yang di Pegunungan Kendeng adalah alih fungsi lahan dari gunung kapur menjadi beberapa kegiatan seperti eksploitasi pertambangan.

Alih fungsi tersebut berdampak terhadap bencana banjir di Wilayah Kendeng dan sepanjang sungai Juwana. Jika dia hitung, mulai tahun 2018 hingga 2020, banyak wilayah yang juga turut terdampak. Seperti Kecamatan Kayen, Sukolilo, Gabus, Margorejo, Jakenan dan Juwana hingga Pati Kota.

“Karena banjir yang ada di Kendeng itu masuk ke Sungai Juana hingga akhinya terbawa ke laut,” katanya beberapa waktu yang lalu.

Tak hanya ratusan hektar lahan pertanian milik warga yang terdampak banjir. Selain petani, pembudidaya ikan tawar, permukiman warga hingga aktivitas warga juga lumpuh ketika terjadi banjir.

“Tetapi itukan kemudia oleh pemerintah seperti dibiarkan, bahkan sebgaian penambangan ilegal ada yang diberikan izin seperti di Kedung Winong. Kalau saya, terkait Kendeng ini isunya tak hanya pabrik semen, namun juga pertambangan,” tegasnya.

Aktivis yang dulu terlibat dalam penolakan rencana pembangunan pabrik semen di Pati itu menjelaskan, ada dua perusahaan semen nasional yang telah masuk. Dua pabrik tersebut yakni Semen Gresik (Semen Indonesia) dan Indocement.

“Tidak hanya berencana, dua perusahaan tersebut telah mengurus prizinannya juga. Tapi karena ada penolakan keras dari masyarakat, khususnya di lokasi pembangunan pabrik, dua perusahaan tersebut urung membangun pabriknya di Pati,” ujar Husaini saat ditemui di Pati beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, pada tahun 2006 Semen Gresik mengajukan izin pendirian pabrik semen di Kecamatan Sukolilo, tepatnya di Desa Kedumulyo. Husain bersama sejumlah aktivis dan warga yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL), melakukan sejumlah aksi penolakan.

FMPL, kata Husain, juga melakukan penyadaran terhadap warga setempat tentang bahaya kerusakan lingkungan jika ada eksploitasi pegunungan kapur di wilayah mereka. Selain itu, aksi juga dilakukan melalui kegiatan-kegiatan lain, di antaranya pentas seni.

“Sebenarnya saya awalnya hanya menyoroti banjir yang terjadi di wilayah Sukolilo. Awalnya itu. Tapi setelah mendengar ada rencana pendirian pabrik semen, kami bersama dengan teman-teman di Pati memberikan penyadaran kepada warga terhadap dampak kerusakan lingkungan adanya eksploitasi dari pabrik semen,” ujar Husain.

Dua tahun selanjutnya, organisasi FMPL berubah nama menjadi Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK). Organisasi yang dibentuk untuk mewadahi para penolak pendirian Semen Gresik di Sukolilo itu, terus bergerak demi gagalnya pendirian pabrik semen plat merah tersebut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini