BETANEWS.ID, KUDUS – Mbah Rogo Moyo merupakan ulama besar dan masyarakat mempercayainya sebagai orang yang babat alas dan kemudian jadi Dukuh Proko dan Dukuh Winong, Desa Kaliwungu, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Selain itu, dia juga terkenal sebagai maestro gebyok hingga Rumah Adat Kudus yang haulnya diperingati pada 13 Muharram.
Tokoh masyarakat Desa Kaliwungu, Maskuri, menjelaskan, ada dua versi yang menyebut bahwa Mbah Rogo Moyo berasal dari dua tempat yang berbeda. Versi pertama dari sesepuh bernama Mbah Sampri alm, Mbah Rogo Moyo berasal dari Madiun, Jawa Timur.
Versi kedua dari Kiai Ali As’ad, Mbah Rogo Moyo berasal dari Solo. Dalam versi ini, Mbah Rogo Moyo merupakan pengikut Pangeran Diponegoro yang berjuang melawan penjajah.
Baca juga: Mbah Rogo Moyo, Pencipta Rumah Joglo Pencu Tumpang Songo yang Jadi Rumah Adat Kudus
Dari dua versi tersebut, Maskuri mengkorelasikan ceritanya menjadi satu. Menurutnya, Mbah Rogo Moyo merupakan ulama dengan media dakwah pertukangan.
“Di antaranya, termasuk salah satu pendiri pendopo Kabupaten Kudus. Karyanya kini juga diabadikan sebagai rumah adat Kudus dengan nama Joglo Pencu Tumpang Songo,” bebernya, Jumat (19/7/2024).
Ia menerangkan, sebagai ulama, dia menyebarkan agama Islam di Indonesia, termasuk di Dukuh Proko Winong. Memulai perjalanan dari Solo ke Madiun, berlanjut ke Kudus hingga menemukan tempat istirahat yang kini disebut pesanggrahan Mbah Rogo Moyo.
“Ketika itu, beliau mencari tempat untuk menetap, berjalan sampai Desa Getassrabi, bertemu dengan Raden Muhammad Suhut (cikal bakal Getassrabi). Kemudian diarahkan menuju ke Selatan, lalu sampai di Dukuh Proko dan beristirahat di sana,” ungkapnya.
“Dari tempat istirahat yang kini disebut Pesanggrahan, lalu ke Timur ke Winong beristirahat di Masjid Al-Aziz. Di depan masjid itu ada sumber mata air atau belik, dibuat mengasah gaman. Sekarang dilestarikan sebagai sumur,” lanjutnya.
Baca juga: Meriahnya Kirab Haul Mbah Rogo Moyo, Ada Gunungan Besar Isi Nasi Berkah
Tak berhenti di situ, Mbah Rogo Moyo lalu menuju ke tempat sunyi untuk beribadah dengan khusyuk di Masjid Darul Istiqamah. Masjid tersebut kini diabadikan sebagai tempat pasujudan Mbah Rogo Moyo.
Ia menambahkan, hingga saat ini masih ada peninggalan Mbah Rogo Moyo yang tersimpan, di antaranya, rumah adat Kudus Joglo pencu tumpang songo yang kini ditempati warga dan alat pertukangan yang digunakan pada jaman itu.
“Serta buku bertuliskan Jawa Kawi. Sampai sekarang buku tersebut belum diketahui isi dan maksud dalam tulisan di dalamnya,” imbuhnya.
Editor: Ahmad Muhlisin