Menurutnya, melalui kegiatan praktik menanam jagung, para siswa bisa belajar algoritma dan dekomposisi yang merupakan bagian dari computational thinking. Dia menjelaskan, computational thinking adalah cara berpikir untuk memecahkan masalah secara efektif dan efisien.

“Mereka bisa belajar algoritma melalui langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan ketika menanam jagung. Sementara dekomposisi, anak-anak belajar melalui alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan,” terang guru kelas kelompok B1 itu.
Fuji membeberkan, banyak perubahan yang dialami para siswa setelah menerapkan pembelajaran berbasis inkuiri. Perubahan itu antara lain, siswa-siswi lebih antusias ketika mengikuti proses pembelajaran. Tak hanya itu, mereka juga menjadi lebih kreatif dan komunikatif.
Baca juga: Duh Serunya… Siswa RA Aisyiyah Al Tanbih Bermain Warna Saat Buat Batik Jumputan
“Anak-anak juga tambah kritis, mereka jadi lebih aktif bertanya dan mengeksplor apa saja yang ingin mereka lakukan,” jelasnya.
Seorang anak perempuan yang tampak aktif selama proses belajar, Hasna Hafidzah Illiyin mengaku senang dengan tanaman. Bahkan, dirinya tak jarang membantu ibunya saat menanam bunga di rumah.
“Aku kan suka tanaman, jadi ya senang. Kalau menanam jagung baru pertama kali ini. Yang disiapkan tadi itu tanah, pot, sekop dan air,” ungkap siswa kelas B1, TK Aisyiah Bustanul Athfal X itu.
Editor: Suwoko