BETANEWS.ID, SOLO – Kota Solo merupakan salah satu surganya kuliner. Baik mulai jajanan tradisional hingga kekinian. Tak terkecuali dengan kuliner yang satu ini, yaitu sate kere.
Salah satu penjual sate kere yang masih eksis hingga sekarang yaitu Mbah Mardiyem (80). Kepada Betanews.id, ia mengaku sudah berjualah sate kere semenjak usianya belasan tahun. Sehingga, Mbah Yem begitu ia akrab dipanggil, merupakan salah satu penjual sate kere legendaris di Solo.
“Saya jualan ini (sate kere) sejak usia 15 tahun. Dari dulu tidak pernah pernah ganti-ganti, dari dulu saya jualan sate ini,” ucapnya, Sabtu (19/6/2021).
Baca juga : Gethuk Kethek, Kuliner Khas Salatiga yang Melegenda
Mbah Yem mengatakan, bahwa dulunya ia berjualan keliling. Dengan berjalan kaki, ia menjajakan dagangannya ke kampung-kampung daerah Purwosari dan ke daerah lainnya.
“Anak saya ada 2, laki-laki semua. Yang satu sudah nikah, yang satu masih tinggal sama saya. Kalau suami saya meninggal sejak usia anak saya yang kedua 5 bulan. Sekarang kerja di tempat service TV,” ujarnya.
Hingga saat ini, Mbah Yem membuka lapak sederhananya di pinggir jalan di kawasan Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan, Kota Solo atau di belakang Plaza Singosaren.
Mbah Yem mengatakan, ia berjualan mulai dari jam 10.00 WIB – 16.30 WIB. Karena raganya yang sudah tidak muda lagi, terkadang ia tidak berjulan ketika ia merasa lelah.
“Ya saya jualan setiap hari, kadang kalau capek yah saya leren atau libur. Tapi kalau lega atau tidak ada acara keluarga ya saya buka,” ungkapnya.
Mbah Yem menjelaskan, bahwa sate kere adalah sate yang terbuat dari tempe gembus. Selain itu, ada varian lain yaitu sate gajih atau lemak sapi.
“Hargane yang tempe gembus satunya Rp 800. Kalau yang daging satu tusuknya Rp 3 ribu. Sambelnya saya racik sendiri, tempenya juga sudah saya masak, jadi lebih gurih,” paparnya.
Dengan bummbu yang ia racik sendiri, sate kere buatannya memiliki cita rasa yang khas sehingga terus mengundang pembeli untuk datang menyantap kuliner satu ini.
Baca juga : Kisah Mbah Min, Kakek 88 Tahun yang Tetap Semangat Jualan Bakso Keliling di Solo
“Bumbunya ini asli, saya tumbuk sendiri cabainya fresh, tanpa tambahan macem-macem. Bisa juga nambah lontong, tambah Rp 2 ribu,” pungkasnya.
Sejak pandemi Covid-19 melanda, ia mengaku mengalami penurunan omzet yang sangat drastis. Ia mengatakan, bahwa pernah suatu hari sate kerenya tidak ada yang beli sama sekali. Untuk saat ini menurutnya, dagangannya sudah mulai membaik.
Editor : Kholistiono