BETANEWS.ID, KUDUS – Seorang pria tampak membuka sebungkus nasi, kemudian nasi tersebut ditimbang dan diurai. Setelah diurai, pria itu kemudian menghitung butiran nasi tersebut. Dia tak lain adalah Martinus Basuki Sugita (57), guru matematika di SMP Kanisius Kudus.
Pria yang melakukan penelitian sisa nasi setelah makan itu berbagi cerita kepada betanews.id. Dia mengungkapkan, penelitian tersebut bermula dari kegelisahannya saat melihat sisa nasi. Karena banyak waktu luang di masa pandemi, akhirnya dia mengisi aktivitas dengan melakukan penelitian.
“Sudah lama saya mikir ini, karena saat ada acara kondangan atau hajatan banyak nasi tersisa. Kemudian saya mencari informasi di Google, ada penulis hanya menganggap rata-rata per orang satu butir. Terus saya jadi penasaran dan melakukan penelitian,” terangnya, Selasa (28/7/2020).
Pria yang akrab di sapa Basuki itu melakukan penelitian selama tiga bulan. Dari hasil penelitiannya, dia mendapat nominal nasi terbuang dalam satu tahun yaitu Rp 515 miliar. Penelitian itu dia lakukan agar masyarakat bisa menghargai butiran nasi yang disediakan para petani.
Baca juga: Guru SMP Kanisius Teliti Sisa Nasi, Hasilnya Setahun Dapat 51 Ferrari
“Petani butuh berbulan-bulan dalam menanam padi, menyediakan nasi untuk kita. Jika makan tersisa, kita juga merampas hak orang miskin dan kelaparan, karena di sana banyak orang miskin dan kelaparan,” jelasnya.
Menurutnya, banyak orang yang heran ketika tahu dirinya menghitung butiran nasi saat melakukan penelitian. Kemudian teman-temannya yang penasaran ia jelaskan, dan mereka ikut membantu melakukan penelitian tersebut.
Dalam proses penelitian juga tidak jarang mendapati warung yang enggan melayani pembelian nasi putih dengan nominal Rp 1 ribu atau Rp 2 ribu. Kemudian dia membeli minum terlebih dahulu sebelum membeli nasi.
“Karena sampelnya acak, seperti di restoran saya beli jus dulu, baru bungkus nasi. Kadang juga ditanya, buat apa beli nasi saja, kadang juga tidak boleh beli Rp 2 ribu,” terangnya.
Baca juga: Pelajar MAN 1 Kudus Buat Plastik Bisa Dimakan, Raih Medali Emas di Malaysia
Setiap bungkus nasi, dirinya membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk menghitung butiran nasinya. Jika ada yang terlalu lembek dan susah dipisahkan, dirinya membeli ulang di tempat yang lain.
“Kira-kira ya ada separo yang gagal, karena nasinya terlalu lembek. Rencana penelitian ini akan saya buat laporan ke Menteri Pendidikan (dan Kebudayaan), agar ada gerakan makan tanpa sisa nasi. Mari kita hargai perjuangan para petani, dengan makan tanpa tersisa,” tukas Basuki.
Editor: Ahmad Muhlisin