BETANEWS.ID, PATI – Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), Gunretno menyampaikan, bahwa kondisi Pegunungan Kendeng, termasuk di wilayah Sukolilo, Pati, saat ini sudah darurat. Hal ini menyusul makin maraknya aktivitas penambangan di kawasan tersebut.
Gunretno menegaskan, bahwa kawasan Pegunungan Kendeng merupakan rumahnya air.
Baca Juga: Siswi SMA PGRI 2 Kayen Ciptakan Kain Anti UV dari Daun Nanas
“Kondisi Kendeng ini adalah jawaban 20 tahun lalu yang kami mengingatkan Pemerintahan Kabupaten Pati. Bahwa Kendeng ini adalah omahe banyu, jadi sebagai kawasan resapan,” ujar Gunretno baru-baru ini.
Bukan hanya itu saja, bahwa Pegunungan Kendeng juga sebagai kawasan yang menyerap karbon atau Co2. Sehingga, kalau dihitung untung rugi, katanya tidak ada sebanding seujung kukunya kalau Kendeng dilestarikan.
“Tambang itu, taruhlah satu hektare ditambang 30 meter. Per kubik itu Rp 60 ribu, itu hanya jutaan. Tapi kalau dihitung airnya, Co2 nya, itu miliaran pertahun,” imbuhnya.
Namun sebutnya, kalau ditambang, dimungkinkan dalam dua tahun sudah habis. Sedangkan jika dibiarkan, dalam jangka panjang akan mencukupi kebutuhan anak cucu nanti.
Untuk itu, pihaknya berharap betul, tidak hanya kepada DPRD, kepolisian, namun juga kepada Bupati Pati. Bahwa, kawasan Kendeng saat ini disebutnya benar-benar darurat serius.
“Kalaulah tambang itu untuk kebutuhan, carilah tempat tambang yang bukan rumahnya air. Dan itu, kami pernah diundang oleh Presiden, diadakannya kajian lingkungan hidup strategis. Jadi ketika menetapkan suatu peruntukan kawasan ini, sesuai berdasarkan data dukung dan daya tampung lingkungan yang ada, ” jelasnya.
Di Sukolilo sendiri, katanya, aktivitas penambangan sudah puluhan tahun yang bermula dari penambangan manual. Berjalannya waktu, kemudian hal itu cukup memberi kontribusi penambang lebih banyak.
Baca Juga: AKBP Jaka Wahyudi Resmi Jabat Kapolresta Pati, Gantikan Kombes Pol Andhika Bayu Adhittama
“Tapi ketika dengan alat berat, ini belum lama sebenarnya, lima tahunan ini lebih marak. Dan faktanya mendatangkan bencana semua. Di situasi sekarang itu kan kalau ada hujan, airnya butek dan itu mempercepat sedimentasi. Sungainya jadi dangkal, ” katanya.
Sehingga kalau pemerintah menganggarkan untuk melakukan normalisasi sungai, tanpa harus hulunya dibenahi, hal itu menurutnya sia-sia. Hanya akan membuang uang saja terus menerus dan tidak produktif.
Editor: Haikal Rosyada