BETANEWS.ID, KUDUS – Di tepi perempatan bangjo Barongan, Kudus, tepat di depan Masjid Baitul Muttaqin, sebuah gerobak hijau tampak dikerumuni pelanggan. Mereka datang silih berganti, menikmati bubur kacang hijau dan ketan hitam yang hangat dan gurih.
Di balik gerobak itu, seorang pria paruh baya dengan cekatan melayani pesanan. Ia adalah Parno (58), penjual bubur yang sudah berjualan sejak 1998.
Baca Juga: Menikmati Sensasi Pedas dan Gurihnya Sambal Ontel di Roemah Tjerita
Parno memulai usahanya 26 tahun lalu dengan berkeliling menjajakan bubur kacang hijau. Namun, setelah satu tahun, ia memutuskan untuk menetap di lokasi strategis saat ini.
“Dulu sempat jualan keliling setahun, tapi akhirnya milih mangkal di sini. Alhamdulillah, rezekinya lebih baik,” ujarnya saat ditemui beberapa waktu lalu.
Keputusan itu terbukti tepat. Setiap hari, ia mampu menjual 130 porsi bubur, membuatnya menjadi salah satu penjaja bubur kacang hijau paling laris di Kudus.
Bubur kacang hijau buatan Parno memiliki cita rasa khas yang membuat pelanggan terus kembali. Rahasianya terletak pemilihan bahan berkualitas dan cara memasak yang telaten.
“Kacang hijaunya harus direndam semalaman biar empuk dan cepat matang. Gula merahnya juga harus yang asli supaya rasanya lebih enak,” jelasnya.
Dalam sehari, ia menghabiskan dua panci besar bubur, menggunakan lima kelapa sebagai bahan santan untuk menjaga kelezatannya.
Keunikan bubur Parno tak hanya terletak pada rasanya, tetapi juga jam operasionalnya yang tidak biasa. Ia mulai berjualan dari pukul 01.30 WIB hingga sekitar 05.00 WIB. Alasannya, banyak pedagang yang melintas dini hari untuk berbelanja ke pasar.
Baca Juga: Aneka Kue Bang Jack, Jajanan Murah Meriah yang Bikin Ketagihan
“Biasanya sampai subuh, tapi kadang pukul 03.30 WIB sudah mau habis. Jam ramai itu sekitar pukul 02.00 WIB, soalnya banyak pedagang yang mau belanja mampir ke sini buat sarapan,” katanya.
Dengan harga hanya Rp5.000 per porsi, pelanggan bisa menikmati bubur dengan isian melimpah. Omzet yang ia hasilkan pun cukup mengesankan, mencapai sekitar Rp1 juta per hari.
Penulis: Sherly Nabela Octavia, Mahasiswa Magang PBSI UMK
Editor: Ahmad Rosyidi