BETANEWS.ID, KUDUS – Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kudus, Mutrikah, menyebut, fosil pertama kali ditemukan di Situs Patiayam pada 1857. Temuan itu di antaranya ditemukan oleh Raden Saleh dan Frans Wilhelm Junghuhn.
“Penemuan pertama terjadi dari Situs Patiayam dari masa kolonial. Pada masa itu para peneliti asing sedang gencar-gencarnya melakukan pengumpulan temuaan fosil dari tanah jajahan, termasuk di kawasan Pegunungan Patiayam,” bebernya di kegiatan Museum Keliling di SMPN 2 Kudus, Selasa (31/10/2023).

Bahkan menurut wanita yang akrab disapa Tika, hasil temuan fosil tersebut menimbulkan rasa heran masyarakat awam, yang belum terbiasa melihat fosil purbakala. Sehingga, masyarakat kemudian menyebut fosil-fosil hewan temuan Raden Saleh, tak biasa.
Baca juga: Membanggakan! Museum Kretek dan Patiayam Dapat Nilai Tertinggi se-Jateng dalam Hal Ini
“Menurut tulisan Pak Siswanto dan kawan-kawan pada 2016, dikatakan bahwa, fosil-fosil temuan lingkungan itu adalah ‘Balung Buto’. Karena dikira kalau manusia itu tidak mungkin,” ungkapnya.
Penemuan fosil itu, kata Tika, turut mengundang para pengumpul fosil atau barang kuno. Oleh karena itu, masyarakat di Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, berinisiatif mendirikan museum darurat Situs Patiayam yang disebut dengan Rumah Fosil.
“Jadi pada saat itu, masyarakat menemukan fosil-fosil tersebut yang kemudian dititipkan di sebuah rumah Alm Ramijan Mustofa. Kemudian rumah itu digunakan sebagai penampung sementara. Bahkan Rumah Fosil itu bertahan selama 4 tahun, yakni mulai 2005-2009,” jelasnya di hadapan puluhan peserta dari, korwil, pengawas hingga guru IPS SMP dan kepala sekolah SD se-Kecamatan/Kabupaten Kudus.
Baca juga: Disbudpar Kudus Promosikan Museum Patiayam ke Berbagai Sekolah
Dengan banyaknya temuan fosil di desa tersebut, Kades setempat kemudian melaporkan bahwasanya desanya itu sudah terkenal dengan temuan fosilnya. Hal tersebut kemudian membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus menyiapkan museum.
“Kemudian Kadis Disbudpar pada saat itu akhirnya memberikan kebijakan untuk menyiapkan tempat untuk temuan fosil tersebut. Saya yang pada saat itu masih menjadi Kasi Promosi Disbudpar, lalu tanya kepada Kades apakah ada tempat, ternyata ada ruangan Balai Desa yaitu ruang PKK. Kemudian temuan fosil yang disimpan di sebuah rumah Pak Ramijan akhirnya dipindahkan ke Balai Desa,” ujarnya.