BETANEWS.ID, JEPARA – Musim kemarau menjadi masa panen raya bagi para petani garam. Namun, di masa itu juga harga garam di tingkat petani terus mengalami penurunan atau anjlok.
Mukhsin (52), salah satu petani garam yang berada di Desa Panggung, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara mengatakan bahwa di musim panen pertama di Bulan Juli harga garam masih berada di angka Rp450 ribu per tombong atau setara dengan 85-90 kg.
Baca Juga: Napak Tilas Desa Bulak yang Hilang Ditelan Abrasi di Jepara
Satu bulan berlalu, harga garam langsung menurun drastis di angka Rp100 ribu per tombong. Meskipun menurut Mukhsin hal tersebut biasa terjadi pada saat masa panen raya, tetapi para petani garam berharap pemerintah segera menentukan Harga Eceran Tertinggi (HET) garam.
“Kalau harga turun ini, dan kemungkinan akan terus turun sampai sekitar bulan Oktober. Karena masa panen itu mulai Juli-Oktober, tadinya masih Rp450 ribu satu tombong, sekarang 100 ribu per tombong, karena petani juga tidak bisa menentukan harga, langsung dari tengkulak,” katanya pada Betanews.id, Kamis (17/8/2023).
Selama 20 tahun menjadi petani garam, Mukhsin bercerita bahwa belum pernah ada HET garam yang ditentukan oleh pemerintah. Harga garam biasanya ditentukan oleh tengkulak yang berdasar dari para pengusaha garam.
Hal tersebut menurut Mukhsin akan berdampak bagi para petani, terlebih harga garam diprediksi akan terus mengalami penurunan sepanjang masa musim kemarau masih terjadi.
Penurunan harga garam paling anjlok menurut Mukhsin pernah terjadi pada masa sebelum terjadinya pandemi. Pada saat itu harga garam di tingkat petani hanya Rp20-25 ribu per tombong. Karena terjadi ekspor garam secara besar-besaran di Indonesia.
Baca Juga: Cegah Korupsi Dana Desa, Pemkab Jepara Berlakukan Transaksi Nontunai di Desa
Meskipun di satu sisi, musim kemarau juga memberi dampak yang menguntungkan bagi para petani dimana mereka dapat memanen garam hampir setiap hari. Sebab sebelumnya, para petani baru bisa memanen garam dalam jangka waktu 2-3 hari.
“Meskipun sekarang harganya menurun secara itung-itungannya sebenarnya hampir sama. Kalau panen pertama sehari cuma dapet 3-5 tombong, sekarang bisa 10, 12, 20 dalam sehari,” katanya.
Editor: Haikal Rosyada