Sabtu malam (13/5/2023), para aktivis teater muda di Jawa Tengah berkumpul di Joglo Dewan Kesenian Semarang (Dekase), Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Jalan Sriwijaya Kota Semarang, mengadakan perjumpaan antarkomunitas. Perjumpaan yang dikemas dalam acara Silaturasa Teater Jawa Tengah, ini digelar oleh Silaturasa Teater Jateng (STJ) dan Serat Semar.
Dalam silaturasa tersebut diawali dengan pementasan monolog berjudul “Yang Silam” oleh komunitas teater Semarang, Srawung Teater Semarang (Serat Semar). Monolog ini diadaptasi dari cerita pendek (cerpen) berjudul “Magi” karya Adit Kaliksanan yang disutradarai oleh Widyo Babahe Leksono dan Alfianto.
Pada penampilan kedua, ditampilkan pula monolog berjudul “Beauty and The Beast” karya Putu Wijaya oleh Teater Genting dari Kabupaten Kendal. Monolog ini disutradarai Faozan Suwage Hendra Predaksa.
Baca juga: Minimnya Literasi Bagi Anak di Jepara, Dorong Daifa Ciptakan Komik Ratu Kalinyamat
Silaturasa ( silaturahmi dan rasa) ini merupakan rangkaian kegiatan yang berlanjut dengan workshop Ngopi Teater yang dilaksanakan Minggu pagi 14 Mei 2023. Workshop ini menghadirkan Munir Syalala, aktivis teater asal Magelang sebagai pemateri.
Alfianto, aktivis senior teater di Kota Semarang yang juga Komite Teater Dekase menjelaskan, silaturasa ini bertujuan selain untuk menjalin rasa kekeluargaan antarkomunitas teater di Jawa Tengah, juga untuk mempertemukan dua generasi, tua dan muda.
Menurut Alfi, pentingnya pertemuan dua generasi ini salah satunya untuk memotong sekat-sekat yang menimbulkan jarak antara aktivis teater tua dan muda. Alfi menjelaskan, sekat yang dimaksudkan tersebut berdampak pada keengganan para teaterwan muda untuk bersosialisasi dengan para pendahulunya. Sebaliknya, para teaterwan pendahulu tersebut sendiri sering kali tidak mampu mendampingi penerusnya dikarenakan kesibukannya masing-masing.
Alfi menambahkan, putusnya komunikasi tersebut berakibat atas mandeknya proses transformasi pengetahuan dan pengalaman dari yang tua ke muda. Pun dari sudut pandang lain, para teaterwan lawas juga tidak dapat banyak mengikuti pola kekinian yang dijalani para teaterwan muda.
Baca juga: Mengenal Kesenian Barongan Darmo Laras Bandungrejo Demak
“Yang muda biasanya ingin selalu membuktikan bahwa mereka bisa. Kami yang dari generasi tua ini berfungsi untuk memberi dorongan, yang kami bisa, apa yang kami bisa tambahkan untuk mereka,” ujar Alfi.
Sementara tentang perkembangan teater di Kota Semarang, Alfi mengaku jika hal tersebut adalah pekerjaan rumah besar bagi teaterwan kota lumpia ini, termasuk Dekase. Ini mengingat dinamika teater di Kota Semarang yang lebih banyak ditunjukkan oleh teater kampus dari pada komunitas teater umum. Sebagaimana lazimnya, para aktivis teater kampus lebih banyak akan kembali ke daerahnya masing-masing setelah lulus kuliah.
Editor: Suwoko
Perkokoh tali silaturahmi antar pelaku seni (khususnya, pelaku teater) budayakan kembali menonton dan di tonton. ????