Pagi itu, Kustini menyiapkan semua bahan nasi doreng di warungnya, Dukuh Kondang Tempel, Desa Karangrejo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak. Rutinitas menjual nasi doreng dia jalani setiap hari, mulai pukul 5.00 subuh hingga 8.00 WIB. Kustini telah menjual kuliner khas Kota Wali ini, sejak 1984.
Kepada Betanews.id, Kustini menceritakan kisahnya menjual nasi dan sayur berbumbu kacang dengan taburan serundeng. Dia mengatakan, memulai menjual nasi doreng bermula membantu mertuanya berjualan keliling. Sepeninggal mertuanya, dia melanjutkan usaha tersebut hingga kini.
“Resep ini dari mertua, ibu suami saya. Dulu kan jualan keliling, tapi sekarang buka warung di depan rumah,” kata orang asli Cilacap itu.
Baca juga: Menikmati Nasi Doreng, Kuliner Unik Khas Demak yang Cocok untuk Sarapan
Meskipun tidak hanya dirinya yang menjual nasi doreng di desanya, Kustini mengaku tak maslah. Baginya menjual nasi doreng juga membantu untuk melestarikan kuliner khas Demak.
“Kalau di desa sini banyak penjual nasi doreng. Ada sekitar lima penjual nasi doreng di sini. Tapi tidak apa-apa, namanya selera pembeli itu berbeda-beda,” terangnya.
Nasi doreng sekilas mirip dengan pecel. Bedanya terletak pada penambahan doreng atau masyarakat kebanyakan menyebutnya sebagai serundeng. Serundeng adalah taburan makanan dari parutan kelapa yang sudah disangrai dengan berbagai macam bumbu.
“Sayurnya macam-macam, ada daun singkong, kembang turi, kangkung, petai cina, lalu dikasih doreng dan sambal,” sebutnya.
Baca juga: Jahe Rempah Mbah Jo, Angkringan Hits yang Harus Masuk List Saat Berkunjung ke Semarang
Meskipun terbilang makanan tradisional, nasi doreng selalu jadi favorit para perantauan ketika pulang ke rumah. Untuk satu porsinya, Kustini menjualnya mulai dari harga Rp 3 ribu hingga Rp 5 ribu.
“Kebanyakan yang beli warga seni, pekerja-pekerja pabri juga. Desa-desa sebelah juga jauh-jauh carinya nasi doreng di sini, bahkan yang perantauan habis Lebaran itu ramai karena kangen masakan ini,” katanya.
Editor: Suwoko