BETANEWS.ID, SEMARANG – Warga Semarang penggemar minuman jahe mana yang tidak tahu Jahe Rempah Mbah Jo. Warung minuman sederhana di sudut Jalan Menteri Supeno belakang kompleks Gedung Gubernuran dan DPRD Jawa Tengah itu hampir tak pernah sepi pengunjung.
Jahe Rempah Mbah Jo sudah buka sejak pukul 06.00 WIB dan tutup pukul 23.00 WIB. Namun, jangan ditanya seramai apa pengunjung warung ukuran 3×2 meter persegi dengan tambahan meja beratap tenda di tepi trotoarnya. Bisa jadi pengunjung Jahe Rempah Mbah Jo harus rela menunggu untuk dapat tempat duduk.
Saking kondangnya, Jahe Rempah Mbah Jo jadi jujugan atau tempat tujuan para penikmat minuman jahe dari dalam maupun luar kota. Seperti Darma dan Vivi, warga Jakarta, yang mengenal Jahe Rempah Mbah Jo saat dirinya pernah berkuliah di salah satu perguruan tinggi di Kota Semarang. Darma yang sekarang bekerja lintas daerah tak ragu mengajak rekannya Vivi untuk mencicipi minuman berkhasiat Mbah Jo.
Baca juga: Usung Konsep Tradisional Industrial, Jahe Rempah Ingin Jangkau Berbagai Genre
Seperti halnya Darma, Vivi juga merasakan sensasi kesegaran di badannya setelah menghabiskan segelas jahe rempah khas Mbah Jo.
“Saya sejak kuliah di Semarang dulu suka ke sini, jahenya enak. Bikin badan segar,” kata Darma.
Menurut Deni, anak ke tiga Mbah Jo, tempatnya menyediakan beberapa varian minuman jahe yang disajikan dengan menambahkan rempah-rempah lain, di antaranya jahe rempah, jahe kencur, dan jahe kunir.
Baca juga: Jamu Pawonanda yang Dikemas Modern Ini Tembus Pasar Malaysia dan Singapura
Deni menjelaskan, ayahnya mulai merintis usaha sejak 1996. Menurutnya, proses Mbah Jo menemukan resep ‘rahasia’ minuman jahenya melalui waktu yang cukup panjang, bahkan tahunan. Suskes dengan resep jahenya, Jahe Rempah Mbah Jo jadi primadona penikmat minuman jahe. Harganya pun murah. Minuman jahe Mbah Jo tiap varian rata-rata dijual seharga Rp8 ribu.
“Pelangganya banyak mas, dari luar kota juga banyak, bahkan dari mancanegara juga lho. Ada beberapa kali bule-bule datang. Pak Ganjar (Gubernur Jawa Tengah) juga pernah ke sini,” terang Deni.
Editor: Ahmad Muhlisin