BETANEWS.ID, KUDUS – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus, Masan menyebut demokrasi di Kudus Kota Kretek sudah sangat memprihatinkan. Pasalnya, demokrasi di Kudus saat ini demokrasi yang transaksional. Warga mau mencoblos jika ada amplopnya.
“Ini sudah sangat memprihatinkan. Demokrasi transaksional ini tentu jadi PR (pekerjaan rumah) kita semua,” ujar Masan ketika memberikan sambutan dalam acara Sosialisasi Penghayat Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) di Lantai IV Gedung A Setda, Selasa (21/3/2023).
Masan menegaskan, bagaimana sebuah daerah akan mendapatkan seorang pemimpin yang baik, jika pemilihannya diwarnai dengan politik uang.
Masyarakat Kudus, entah itu Pemilihan Umum (Pemilu) presiden, DPR/DPRD, dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) atau bupati jika tak ada amplopnya tidak mau mencoblos. Kalau tidak ada amplop yang dibagikan, partisipasi masyarakat untuk datang ke TPS akan rendah.
Baca juga: Masan Sebut untuk Maju Pilbup Kudus Minimal Punya Modal Rp 50 M, Uang ‘Sawerannya’ Segini
“Di Kudus Alhamdulillah tingkat kehadiran warga ke TPS di atas 80 persen. Bagus, karena amplop yang berseliweran banyak sekali,” seloroh Masan di hadapan hadirin.
Ia mengatakan, terkait adanya “serangan fajar” dalam Pemilu atau Pilkada, warga Kudus tidak mengantisipasi agar tak terjadi. Namun, justru membuka pintu agar dapat “serangan fajar”.
“Pasti njenengan bertanya bagaimana saya tahu. Saya tahu karena pelaku. Saya nyalon DPRD Kudus tiga kali. Nyalon BPD pernah, nyalonke kepala desa sering. Nyalon bupati pernah dan kalah, ya gara-gara amplop,” ungkap politisi Partai Demokrasi Indonesias Perjuangan (PDIP) tersebut.
Masan mengungkapkan, bahwa semakin besar politik uang di Pemilu Legislatif maupun Pilkada, maka beban seorang pemimpin akan semakin besar. Padahal, Pemilu dan Pilkada adalah saatnya berinvestasi politik dalam hal apapun.
Dia menjelaskan, maksud dari investasi politik tersebut, yakni warga bisa minta program kerja calon pemimpin yang akan dipilih. Dan, ketika sudah terpilih, program yang dijanjikan bisa ditagih untuk dilaksanakan.
“Misal saya ini mau nyalon DPRD bertemu dengan komunitas dan sepakat mendukung atau memilih. Yang jadi komitmen bukan uang tapi program dalam rangka untuk pembangunan daerah. Misal, untuk bangun jalan, tempat ibadah sekolah dan lainnya,” jelasnya.
Namun, katanya, sayangnya di Kabupaten Kudus belum bisa seperti itu. Warga menuntut seseorang jadi pemimpin yang baik, tapi ketika Pemilu masih tetap diminta untuk membagikan uang kepada mereka.
Baca juga: Buka-Bukaan PDIP Kudus Pilkada 2024, Usung Hartopo Jadi Bupati, Masan DPRD Lagi
“Itulah yang terjadi di Kudus saat ini. Demokrasi transaksional, dan itu jadi persoalan krusial serta tanggung jawab kita bersama,” tandasnya.
Masan mengajak, semua masyarakat Kudus bersama-sama mempunyai tanggung jawab agar pemilu berjalan dengan baik. Semua tokoh masyarakat ikut menyosialisasikan kepada warga untuk memilih pemimpin berdasarkan program kerja.
“Kami mohon kepada tokoh masyarakat agar menyosialisasikan kepada warga Kudus untuk memilih pemimpin berdasarkan program kerja, jangan berdasarkan cris (uang),” tegasnya.
Editor: Suwoko