BETANEWS, KUDUS – Laki-laki itu bernama Aziz (64), sedari pagi ia sibuk memilih kayu-kayu mahoni yang siap untuk dijadikan bahan bakar Kopi Jetak miliknya. Rumah yang berada di Desa Kedungdowo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus ia jadikan sebagai pusat produksi Kopi Jetak yang diwariskan dari usaha keluarganya.
Kopi Jetak ini, bahkan sudah ada sejak tahun 1950. Aziz menceritakan, kalau resep Kopi Jetak ini sudah turun temurun. Awalnya, neneknya merintis usaha kopi dengan mendirikan warung kopi sederhana. Di warung tersebut, kopi yang dijual merupakan kopi yang diproduksi sendiri.

Baca juga: Mencicipi Kopi Sidikalang dan Gayo Premium dengan Harga Terjangkau di Keopi Tjang
“Dulu nenek saya menjualnya di warung kopi dekat rumah, sampai menurun ke orang tua saya. Setelah itu, saya yang meneruskan usaha kopi ini, tapi saya jual dalam bentuk kopi bubuk,” kata Aziz pada Betanews.id, Kamis (7/7/2022).
Aziz menjelaskan, ia mampu memproduksi biji Kopi Jetak 50 kilogram dan menghasilkan 35 kilogram setiap harinya. Aziz kemudian mengemasnya dengan berbagai ukuran, di antaranya ¼ kilogram dihargai Rp 17.500, 100 gram seharga Rp 7 ribu, 10 gram harga Rp 1 ribu, 1 kilogram harga Rp70 ribu, dan paket kopi dengan gula seharga Rp 1.500 per gelas.
“Setiap harinya bisa menjual 35 kilogram dan selalu habis,” jelasnya.
Aziz melanjutkan, dalam sehari ia bisa mendapatkan penghasilan Rp 700 ribu. Hal itu, juga ia gunakan untuk menggaji lima karyawannya.
“Karyawan di sini saudara semua, per jamnya digaji Rp 20 ribu dan biasanya jam kerjanya tiga jam,” imbuhnya.
Menurutnya, Kopi Jetak buatannya kini pemasarannya sudah sampai luar Jawa. Dikenal banyak orang, menurutnya tidaklah instan. Aziz menerangkan, pernah menjual Kopi Jetak menggunakan sepeda ontel dan menawarkannya dari warung ke warung.
“Saya dulu pernah pakai sepeda ontel, itu sepedanya masih ada. Terus nawarin dari warung ke warung di sekitar Kudus,” terangnya.
Baca juga: Ndaoleng, Kopi Robusta dengan Cita Rasa Khas Muria
Berkat kegigihannya, Kopi Jetak buatannya kini bisa dinikmati oleh orang-orang dari berbagai daerah seperti Demak, Jepara, Jakarta, Yogyakarta dan bahkan sampai pulau Bali.
Menekuni pekerjaan sebagai produsen Kopi Jetak tidaklah selamanya beruntung. Aziz menuturkan, ia pernah mengalami kerugian saat harga biji kopi naik. Dengan kondisi itu, ia tidak berani menaikkan harga, lantaran mengikuti prinsip keluarganya yang menjual Kopi Jetak dengan harga murah.
“Karena yang beli kebanyakan bakul warung kopi, jadinya tidak berani dinaikkan. Kopi Jetak ini terkenal murah di Kudus,” tuturnya.
Editor : Kholistiono