BETANEWS.ID, SOLO – Seorang pria tampak telaten membuat wedang di lapak jualannya yang berada di Jalan Kapten Mulyadi, Nomor 76-70, Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Solo. Dia terlihat mengambil semacam gumpalan warna putih dari kuali yang kemudian ditaruh di mangkuk dan diguyur kuah berwarna cokelat. Hidangan tersebut adalah Wedang Tahok, salah satu kuliner khas Solo.
Sang pemilik Wedang Tahok Pak Wagiman, Agus Monggo (35) menjelaskan, wedang ini terbuat dari olahan kedelai dan kemudian disiram dengan kuah jahe. Sensasi hangat yang ditawarkan wedang tersebut membuatnya tetap punya banyak penggemar. Apalagi di musim hujan seperti ini, banyak orang mencarinya untuk menghangatkan tubuh.
Sudah dua tahun ini Agus menjual wedang tahok mulai pukul 6.00 WIB hingga siang hari. Dengan harga Rp8 ribu, setiap harinya Agus mengaku bisa menjual sebanyak 100 porsi.
Baca juga: Di-PHK Saat Pandemi, Hidayat Bangkit Rintis Wedang Pace yang Kini Banyak Diminati
“Ramainya hari Minggu. Kita bisa jual 200 porsi dan habis di jam 10.00an,” ungkapnya, Kamis (2/12/2021).
Menurutnya, kuah jahe dalam wedang tahok diracik dari empat jenis rempah-rempah yang mampu menghangatkan badan, yaitu jahe, daun pandan, daun jeruk, serta sereh. Karena kuah jahe itu, banyak orang yang berburu wedang yang konon memiiki banyak khasiat itu, terlebih pada masa pandemi Covid-19 sekarang ini.
“Di pandemi Covid-19 banyak yang takut keluar ya, tapi ini (tahok) banyak mencari. Ternyata banyak bermanfaat bagi orang lain,” katanya.
Agus lantas menjelaskan cara membuat wedang tahok tersebut. Tahok berasal dari kedelai putih yang dibuat mulai tengah malam yang direndam selama satu jam. Setelah itu, air rendaman dan kulitnya dibuang, dan kemudian dilanjutkan dengan penggilingan. Baru setelah itu disaring untuk memastikan hasilnya benar-benar lembut dan jangan sampai ada yang menggumpal.
Setelah disaring, susu kedelai tersebut dicampur dengan daun pandan sambil direbus. Proses memasaknya pun sebisa mungkin menggunakan kayu bakar agar lebih menghasilkan cita rasa yang sempurna.
Baca juga: Menikmati Segarnya Wedang Tahu, Minuman Khas Semarang yang Legendaris
“Kalau pakai gas (elpiji) benar-benar dipastikan dengan api yang kecil. Tapi kalau pakai kayu bakar, meskipun itu apinya besar atau kecil tidak akan berpengaruh sama kedelainya. Kalau pakai gas dan apinya besar nanti akan mengakibatkan susu kedelai memiliki aroma hangus atau gosong,” ujarnya.
Kemudian, kuliner tersebur dilengkapi dengan kuah jahe yang dibakar menggunakan arang. Jahe yang digunakan harus menggunakan jahe emprit yang bisa menghsilkan cita rasa dan khasiat yang lebih maksimal.
“Diusahakan itu jahe emprit, kalau nggak, mendingan nggak usah jualan. Setelah kita tumbuk kita jadikan satu dengan jahe yang kemarin itu mengeluarkan pedas dua kali lipat dari jahe yang baru,” tandasnya.
Editor: Ahmad Muhlisin