Tebing terjal batuan kapur setinggi 100 meter tampak di kanan dan kiri jalan penghubung Desa Kedungwinong dan Dukuh Banteng Urip, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Beberapa orang terlihat sedang menambang batu kapur secara tradisional di Pegununan Kendeng Utara tersebut. Mereka rela menantang bahaya demi cukupi kebutuhan keluarga.
Dengan seutas tali plastik warna biru sebagai pengaman, para penambang yang juga warga setempat itu melubangi dinding tebing menggunakan linggis. Sedangkan di bawah, bebatuan kapur hasil tambang mereka tampak berserakan. Satu di antara penambang tradisional itu yakni Lukmanto.

Lukmanto terlihat mengumpulkan batu kapur hasil penambangan manual yang dilakukannya. Di sela aktivitasnya, pria berusia 38 tahun itu sudi berbagi kisah tentang pekerjaannya kepada Tim Liputan Khusus Beta News. Dia menuturkan, sudah belasan tahun menekuni pekerjaan menjadi penambang batu kapur di Pegunungan Kendeng utara.
Penghasilan itu tergantung dari hasil ledakan. Kalau ambrolnya banyak, ya sehari bisa Rp 200 ribu bahkan lebih
Lukmanto, Penambang Batu Kapur
Lukmanto mengaku memilih menjadi penambang batu kapur di Pegunungan Kendeng utara ketimbang merantau ke luar daerah. Pekerjaan itu dipilih, karena dianggap lebih menguntungkan demi mencukupi kebutuhan keluarganya.
“Aku kerja jadi penambang tradisional batu kapur di Pegunungan Kendeng itu sudah 15 tahun. Sebelumnya saya merantau jadi kuli bangunan, tapi menurutku lebih menghasilkan jadi penambang batu kapur,” ujar Lukmanto kepada tim liputan khusus Betanews, beberapa waktu lalu.
Lukmanto menuturkan, dirinya menambang batu kapur menggunakan alat tradisional. Selain linggis, pahat, gancu dan bodem, ia juga menggunakan peledak. Untuk hasilnya, kata dia tergantung dari hasil ledakan. Jika ledakannya banyak batu kapur yang ambrol, penghasilannya bisa dibilang lumayan. Namun, yang jelas penghasilannya tak kurang dari Rp 100 ribu sehari.
“Penghasilan itu tergantung dari hasil ledakan. Kalau ambrolnya banyak, ya sehari bisa Rp 200 ribu bahkan lebih,” bebernya.