Terik matahari begitu menyengat siang itu. Namun, hal itu tak menghalangi sejumlah mahasiswa, aktivis lingkungan dan warga untuk memanam mangrove di Desa Bedono, Kelurahan Sayung, Kabupaten Demak.

Penampakan sebuah desa di pesisir utara Demak yang terkena abrasi. Foto drone: Kaerul Umam

Desa Bedono merupakan salah satu desa di Kabupaten Demak yang tergerus oleh abrasi. Dulunya, daerah tersebut merupakan daerah yang subur, namun setengahnya kini sudah jadi lautan.

Abrasi tak hanya merusak rumah warga, namun juga menghilangkan pekerjaan mereka sebagai nelayan. Mereka karena terpaksa pindah ke tengah kota, jauh dari laut di mana mereka biasa mencari nafkah.

Konsep relokasi yang memisahkan mereka dengan laut, tak diamini oleh warga pesisir Demak. Selain jarak yang teramat jauh dengan laut, para nelayan juga khawatir terkait keamanan perahu karena cuaca tak menentu.

Isunya mereka akan dipindah ke tengah kota, itu mereka sangat bingung nanti kehidupan dan pekerjaannya seperti apa

Masnuah, Sekjen PPNI

Sekjen Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Masnuah mengatakan, kerugian para nelayan yang ada di Kabupaten Demak sangat besar lantaran mereka terpaksa kehilangan pekerjaanya sebagai nelayan.

- advertisement -

“Jadi kerugian nelayan sangat luar biasa tempat dan juga pekerjaan mereka sebagai nelayan tergusur,” jelasnya saat ditemui di Desa Bedono, Sabtu (5/6/2021).

Dia mencontohkan, warga yang berada di Desa Mondoliko rencanya akan dilakukan relokasi. Namun sampai saat ini pemerintah belum menyanggupi tempat relokasi sesuai dengan permintaan warga.

“Warga Mondoliko berharap kalau dipindah (relokasi), jangan terlalu jauh dari laut karena pekerjaan mereka mencari ikan,” ujarnya.

Sejauh ini infromasi yang dia dapat, relokasi warga Mondoliko masih buram. Bahkan, dia mendapatkan informasi bahwa wagra Mondoliko akan dipindah atau direlokasi ke tengah kota di Kabupaten Demak.

Masnuah, Sekjen PPNI. Foto: Kaerul Umam

“Isunya mereka akan dipindah ke tengah kota, itu mereka sangat bingung nanti kehidupan dan pekerjaannya seperti apa,” tanya Masnuah.

Hal yang mirip juga terjadi di Desa Timbulsloko, sebuah daerah yang berada di Kecamatan Sayung. Mayoritas warga setempat terpaksa alih profesi menjadi kuli bangunan dan buruh pabrik lantaran permukiman warga Timbulsloko sudah menjadi lautan.

“Dampak dari tenggelamnya desa mereka saat ini jadi kuli bangunan dan karyaan pabrik. Nelayan benar-benar tak bisa mengakses,” paparnya.

Dia menyebut, di daerah pesisir Kabupaten Demak sudah ada beberapa desa yang tenggelam rata menjadi lautan. Sampai saat ini, di Desa Bedono tepatnya di Dukuh Senik pada tahun 2005 masih terdapat 300 KK yang hidup di sana.

Namun nasib tak berpihak kepada mereka, satu per satu warga terpaksa angkat kaki dari Dukuh Senik lantaran abrasi lambat laun menenggelamkan rumah warga. Dukuh Senik hanya menyisakan, Pasijah atau yang akrab dipanggil Mak Jah, bersama keluarga yang bertahan.

Meski tetap bertahan, nyatanya nasib Mak Jah dan keluarga cukup memprihatinkan. Mak Jah hanya bisa menggunakan perahu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang mayoritas berada di daratan.

“Tahun 2010 sudah hilanng semua tinggal keluarga Mak Jah,” imbuhnya.

Sementara itu, untuk di Dukuh Bedono sendiri masih ada beberapa warga yang bertahan. Data terakhir, terdapat 105 KK yang masih bertahan melalui adaptasi dengan meninggikan rumah.

Sampai saat ini warga di pesisir Demak berharap kepada Pemerintah Kabupaten Demak dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan pemulihan yang berada di pesisir. Selain itu, warga juga berharap pemerintah mendukung pemberdayaann alam.

“Saat ini hasil dari swadaya sudah menghasilkan jalan kayu sehingga aktifitas warga hidup lagi,” harapnya.


Tim Liputan: Dafi Yusuf, Ahmad Rosyidi, Rabu Sipan, Kaerul Umam (Reporter, Videografer). Suwoko (Editor Berita). Andi Sugiarto (Editor Video). Manarul Hidayat (Desain Grafis), Lisa Mayna Wulandari (Transkip dan Terjemah).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini