BETANEWS.ID, KUDUS – Aktivitas produksi di PT Nojorono, Jalan KH Wahid Hasyim, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Kudus, Kabupaten Kudus, terlihat cukup lengang, Selasa (12/1/2021). Di gedung dua lantai itu terlihat banyak bangku dan meja yang kosong tanpa penghuni. Hanya ada beberapa wanita yang sedang sibuk membuat rokok di tempat produksi yang disekat mika.
Selang beberapa waktu kemudian, rombongan Plt Bupati Kudus HM Hartopo tampak memasuki area produksi dengan didampingi direksi perusahaan tersebut. Ia kemudian berkeliling memantau pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di perusahaan tersebut. Sesekali, pria berbaju batik biru menjelaskan berbagai hal yang ada di sana. Pria tersebut adalah Secondary Manufacturing Manager PT Nojorono, Dedi Aryanto Wibowo.
Ditemui selepas menemani Hartopo berkeliling perusahaan, Dedi angkat bicara terkait penurunan produksi selama diberlakukannya PPKM. Menurutnya, selama masa PPKM pada 11-25 Januari 2021, target produksi rokok PT Nojorono diturunkan. Penurunan ini, lanjut Dedi, ditaksir sekitar 30 persen dari kapastias maksimal biasanya.
Baca juga: Hartopo Ancam Bekukan Aktivitas Perusahaan yang Langgar PPKM
“Kita tetap mematuhi PPKM yang ada. Akhirnya indeks produksi kita, antara produksi dan penjualan kita turunkan. Moga-moga setelah tanggal 25 bisa kembali naik,” ungkapnya saat ditemui awak media.
Ini merupakan langkah perusahaan dalam mematuhi Surat Edaran dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) soal aturan PPKM di perusahaan. Surat edaran itu menyebutkan, hanya ada 25 persen karyawan yang boleh datang ke pabrik.
Dari jumlah total semua karyawan sekitar 300, pihaknya kemudian menyiasati dengan membaginya menjadi empat grup. Di mana satu grup terdiri 75 orang dan bekerja sesuai shift yang sudah ditentukan.
Baca juga: Serap Tenaga Kerja di Tengah Pandemi, Nojorono Luncurkan Minak Djinggo Rempah
Namun, meski ada penurunan produksi, penjualan rokok jenis SKT di PT Nojorono mengalami peningkatan di bawah lima persen. Rokok ini dipilih konsumen karena murah dan menyesuaikan dengan perekonomian mereka.
“Sekarang SKT ini menggeliat dalam kondisi pandmi, karena harganya murah. Sosial ekonomi memang turun semua, tapi perokok tetep butuh rokok. Jadi mereka cari rokok yang sesuai dengan kondisi keuangan mereka,” ungkap Dedi mengakhiri.
Editor: Ahmad Muhlisin