BETANEWS.ID, KUDUS – Di tengah keramaian Car Free Day (CFD) Alun-Alun Simpang Tujuh Kudus, di antara deretan pedagang yang menjajakan aneka makanan modern, sebuah gerobak hijau sederhana tampak mencuri perhatian. Di balik gerobak itu, Sukarno (73) dengan sigap melayani pembeli. Ia bukan menjajakan es kekinian, melainkan es tung-tung jadul, es krim legendaris yang kini mulai langka.
Pak No. begitu ia dipanggil, telah berjualan es tung-tung sejak 2015, setelah sebelumnya sempat bertahun-tahun berjualan bakso. Keputusan beralih ke es tung-tung bukan tanpa alasan, namun ia mengingat kondisi fisiknya yang sudah menua.
Baca Juga: Punya Tiga Varian Rasa, Es Dawet Ayu Khas Banjarnegara Laris Manis di Kudus
“Dulu saya jualan bakso, tapi karena usia makin tua dan tenaga makin terbatas, akhirnya saya pilih jualan es tung-tung saja. Bisa dikerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain,” tuturnya saat ditemui beberapa waktu lalu.
Pak No pertama kali menjajakan es tung-tung di Maluku selama empat tahun sebelum akhirnya pindah ke Kudus pada 2019. Sejak itu, ia berkeliling kota dan juga mangkal di beberapa sekolah untuk menawarkan es tung-tungnya yang khas.
Setiap hari, ia mulai berjualan pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB, atau hingga dagangan habis. Meskipun usianya tak lagi muda, semangatnya tetap tinggi, terlebih saat melihat antusiasme pembeli yang sebagian besar justru penasaran karena es tung-tung kini semakin jarang ditemui.
“Saya beri nama es tung-tung jadul karena memang sudah jarang yang jual sekarang. Ini makanan jaman dulu yang ingin saya lestarikan,” ujar Pak No.
Es tung-tung Pak No tidak hanya mengandalkan nostalgia, tapi juga rasa yang memang menggoda. Es-nya lembut, manis, dan disajikan dengan topping roti serta mutiara pink, yang menambah sensasi kenikmatan tersendiri.
Harga yang ditawarkan pun sangat terjangkau. Cukup dengan Rp3.000 untuk porsi kecil, dan Rp5.000 untuk porsi besar, pembeli sudah bisa menikmati es jadul tersebut.
Baca Juga: Es Gempol Pleret Karyati Jepara, Manis Lembutnya Lumer di Mulut
Meski hanya bermodal gerobak sederhana, es tung-tung milik Pak No terbukti masih digemari. Ia membuktikan bahwa kesederhanaan, kualitas rasa, dan kenangan masa lalu bisa menjadi kekuatan dalam bertahan di tengah persaingan makanan kekinian.
“Yang membedakan es saya itu ya di tambahan rotinya dan mutiara pink itu. Jadi anak-anak juga suka, nggak bosan,” jelasnya.
Penulis: Rizka Ulima Qotrunida, Mahasiswa PPL IAIN Kudus
Editor: Haikal Rosyada