31 C
Kudus
Selasa, Juli 8, 2025
spot_img
spot_img

Menengok Ritual Sakral Penjamasan Keris dan Dua Tombak Peninggalan Sunan Kudus

BETANEWS.ID, KUDUS – Tradisi penjamasan (pembersihan) keris yang dinamai ‘Kyai Cinthaka’ dan dua tombak pusaka peninggalan Sunan Kudus kembali dilaksanakan pada Kamis (15 Dzulhijjah 1446 Hijriyah), atau bertepatan dengan 12 Juni 2025. Prosesi ini diawali dengan ziarah, dilanjutkan tahlilan, penjamasan, dan ditutup dengan khajatan.

Penjamasan dipimpin langsung oleh KH Ahmad Badawi Basyir, yang dikenal sebagai tokoh spiritual dan tokoh adat setempat. Ketua Panitia Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus 1447 H, Ahmad Arinal Haq menyampaikan, kegiatan ini merupakan tradisi turun-temurun yang dilakukan pada hari Senin atau Kamis setelah berakhirnya hari-hari tasyrik.

Baca Juga: Pemkab Kudus Bakal Tambah Anggaran Rp7,5 M untuk Tambal Jalan Berlubang

-Advertisement-

“Jadi memang adatnya, keris dan dua tombak yang ada di samping mimbar khotib dijamas hari ini. Karena hari tasyrik selesai hari Senin, maka Kamis ini dilakukan penjamasan,” jelasnya.

Proses penjamasan dimulai dengan pengambilan keris dan tombak dari tempat penyimpanannya. Petugas penjamasan, membersihkan debu halus pada keris, lalu mencucinya menggunakan air jeruk untuk menghilangkan sisa warangan tahun sebelumnya. Setelah itu, keris dibasuh dengan air yang biasa disebut ‘Banyu Londo’ (air khusus hasil fermentasi sekam ketan hitam) dan dikeringkan kembali dengan sekam tersebut.

Langkah terakhir adalah merendam keris dalam warangan, bahan khusus dari Keraton Solo, yang berfungsi menjaga warna dan keaslian bilah pusaka. Setelah kering, keris diberi minyak non-alkohol, dipasangkan kembali dengan gagangnya, dan diserahkan kepada pemimpin penjamasan untuk disimpan kembali di tempat semula.

Sementara itu, tombak juga mengalami proses serupa, namun dengan perbedaan pada durasi perendaman air jeruk yang kali ini dibuat lebih lama dibanding sebelumnya.

“Tahun ini ada perbedaan, tombak direndam lebih lama agar pembersihannya lebih maksimal,” ungkapnya.

Baca Juga: Menakar Peluang UMKU Buka Fakultas Kedokteran

Sebagai penutup, prosesi diadakan khajatan atau berdoa bersama sederhana dengan menyajikan nasi opor dan “jadah pasar”, sebagai bentuk rasa syukur dan pelestarian budaya lokal.

Tradisi penjamasan ini tak hanya menjadi ritual spiritual dan kultural, tapi juga bentuk penghormatan terhadap warisan Sunan Kudus dan nilai-nilai yang ditinggalkannya.

Editor: Haikal Rosyada

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERPOPULER