31 C
Kudus
Jumat, Mei 16, 2025

Dari Pesantren ke Pasar Nusantara, Lutfi Menyeduh Asa Lewat Kopi Lereng Muria

BETANEWS.ID, PATI – Di balik aroma kopi yang menyeruak dari sebuah rumah sederhana di Desa Semerak, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, tersimpan kisah inspiratif perjuangan Muhammad Abdullah Lutfi (32). Lulusan pesantren ini tak hanya meracik kopi, tapi juga meracik impian hingga menembus pasar Nusantara lewat brand “Kopi Original Santri.”

Lutfi, begitu ia disapa, kini tinggal di Semerak RT 4 RW 2. Di teras rumahnya yang disulap menjadi kedai sederhana, ia menyeduh kopi hasil olahan sendiri. Biji kopi yang ia gunakan bersumber dari lereng Gunung Muria yang membentang di Kudus, Jepara, hingga Pati. Biji-biji itu diolah menjadi bubuk, dikemas, dan dipasarkan ke berbagai penjuru Indonesia.

Baca Juga: Berdayakan Masyarakat Lewat Batik Pesantenan, Sri Puji Astuti Kenalkan Pati hingga ke Mancanegara

-Advertisement-

Saat dikunjungi, Lutfi tampak sibuk mempersiapkan kedainya. Tak hanya kedai, ia juga meracik kopi dalam kemasan yang sudah laris di pasar daring dan telah sampai ke Kalimantan, Papua, hingga Sumatra.

Kisah usaha ini bermula di tahun 2019, ketika Lutfi masih menjadi santri di salah satu pondok pesantren di Margoyoso. Kala itu, ia dan teman-temannya sangat ingin menikmati secangkir kopi, namun keterbatasan uang saku menjadi kendala.

“Namanya santri kan uangnya terbatas, sedangkan saya pribadi dan teman – teman suka ngopi untuk biaya itu keberatan,” ujarnya.

Berangkat dari keterbatasan itu, Lutfi dan beberapa temannya berinisiatif membeli biji kopi mentah sebanyak 2 kilogram. Mereka menggoreng sendiri kopi tersebut di pondok.

“Kita goreng ramai-ramai dan waktu itu belum ada kepikiran jual belum ada,” lanjutnya.

Tanpa disangka, aktivitas sederhana itu menarik perhatian pengasuh pondok yang kemudian memberikan dukungan lebih, yakni sebuah kantin kopi pun dibangun untuk mereka.

“Akhirnya satu bulan ke depan dibuatkan kantin di Pondok Pesantren Kajen,” kenangnya.

Lutfi berjualan kopi di kantin itu selama tiga tahun. Pandemi COVID-19 memaksanya pulang kampung, namun semangatnya tak padam. Ia melanjutkan usahanya di rumah dengan skala lebih besar.

“Saat itu berlangsung sampai 3 tahun. Karena pandemi corona itu saya pulang dan diteruskan usaha kedai kopi di rumah,” ungkapnya.

Kopi yang digunakan berasal dari Dukuh Pangonan, Desa Gunungsari, Kecamatan Tlogowungu, lereng Muria yang terkenal akan kualitas bijinya. Produk yang ia jual meliputi kopi seduh dan kopi kemasan dengan berbagai jenis dan ukuran.

“Kopi itu kami olah menjadi bubuk dan seduh. Rosbin itu biji yang baru sangrai. Kalau bubuk itu biasanya kita jual di angkringan,” ungkapnya.

Harga produk bervariasi, mulai dari Rp5 ribu sampai Rp14 ribu per gelas untuk kopi seduh, dan Rp 10 ribu hingga Rp 500 ribu untuk kemasan tergantung jenis dan ukuran.

Dalam seminggu, produksi kopi kemasan mencapai 25 kilogram, sementara kopi seduh diproduksi sekitar 2 kilogram. Jenis robusta yang halus, misalnya, dijual seharga Rp200 ribu per kilogram.

Baca Juga: Sempat Menolak, Agus Kini Sudah 25 Tahun Dipercaya Jadi Pembuat Miniatur Kapal Lomban 

Di tengah maraknya bisnis kopi saat ini, Lutfi menyadari persaingan semakin ketat. Ia pun terus berinovasi dan menjaga kualitas produk agar tetap bersaing.

“Tantangan kompetitor semakin banyak. Ya pintar-pintar menjaga kualitas mungkin inovasi baru,” ucapnya.

Editor: Haikal Rosyada

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERPOPULER