31 C
Kudus
Senin, Maret 17, 2025

Kisah Sinyo Berkali-Kali Bangkrut hingga Kini Jadi Maestro Ukir dari Kudus

BETANEWS.ID, KUDUS – Di sudut Desa Setrokalangan, Chamdani (44) duduk di antara pahatan kayu jati tua. Terlihat tangan kasarnya lincah membentuk relief dan patung dengan detail luar biasa. Ia bukan sekadar pengukir, tapi seniman yang telah menciptakan lebih dari 250 karya seni. Namun, di balik kesuksesannya, tersimpan kisah jatuh bangun yang mengiris pilu.

Perjalanan pria yang akrab disapa Sinyo sebagai seniman dimulai dengan penuh perjuangan. Pada 2000, tanpa pengalaman pahat sama sekali, ia memulai usahanya dengan modal awal dari perhiasan milik istrinya. Karya pertamanya adalah bebek yang dibuat dari bahan kayu. Siapa sangka, karya sederhana itu justru menjadi langkah awalnya dalam dunia seni ukir.

Namun, perjalanan itu tak mulus. Usahanya berkali-kali bangkrut, bahkan hasil karyanya sempat dikirim ke pabrik yang akhirnya gulung tikar. Lima kali ia harus memulai dari nol, termasuk kehilangan investasi senilai Rp25 juta pada 2000.

-Advertisement-

Baca juga: Mahakarya Relief Nusantara di Kudus Terbuat dari Kayu Utuh Tanpa Sambungan 

Meskipun hanya lulusan SMP, Chamdani bisa belajar mengukir secara otodidak. Berawal dari banting setir sebagai tukang bangunan, dia lebih memilih fokus mengukir kayu. Hingga akhirnya, karya pertamanya berupa bonsai ukiran terjual empat unit dengan harga total Rp200 juta.

Sejak saat itu, karyanya mulai diperhitungkan. Bebek dan monyet kayu hasil pahatannya sempat dijual di kawasan Menara Kudus, hingga kemudian ia mulai merambah pasar yang lebih luas. Tahun 2016-2017, ia berhasil mengirimkan 1.000 patung bebek setiap pekan ke Salatiga.

Namun, bukan hanya karya bonsai yang menjadi ciri khasnya. Chamdani mulai menciptakan karya monumental, seperti relief pembangunan Tembok Besar China, singgasana kaisar, hingga relief Nusantara dan Majapahit.

Chamdani memiliki standar tinggi dalam memilih bahan. Ia hanya menggunakan kayu jati tua yang telah mengalami erosi alam dan berusia minimal 70 tahun.

“Bahan baku ambil dari seluruh Jawa, seperti Blora, Cepu, Bojonegoro. Kayunya juga harus berusia tua fosil dan padat,” ujar bapak dua anak tersebut, beberapa waktu lalu.

Kini, meski telah melewati berbagai kegagalan, Sinyo tetap konsisten berkarya. Dari seorang kuli bangunan yang belajar secara otodidak, ia menjelma menjadi seniman edan dengan karya-karya yang unik dan bernilai tinggi.

“Dulu memang grantes, sampai akhirnya bisa menekuni ukir sampai sekarang,” ujarnya.

Baca juga: Gebyok Ukir Kudusan Karya Khambali yang Pelanggannya Sampai Luar Negeri

Rencananya, ia akan membuat galeri dan pameran tunggal ketika karyanya sudah mencapai sekitar 300 buah. “Ukiran saya identik berukuran besar dan tidak seperti ukiran lain, karena itu harus unik dan berbeda,” terangnya.

Selain dibeli kolektor lokal di Pulau Jawa dan Bali, ukiran karya Sinyo juga pernah dijual ke mancanegara. Karya yang dibuatnya tak pernah ada yang sama dengan karya milik orang lain, sehingga menjadi beda dan banyak peminatnya.

“Paling banyak di Jakarta, ada beberapa yang dibeli kolektor kemudian dikirim ke luar negeri,” imbuhnya.

Editor: Ahmad Muhlisin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

42,000FansSuka
13,322PengikutMengikuti
30,973PengikutMengikuti
154,000PelangganBerlangganan

TERPOPULER