
Ruth NS, Dosen Psikologi UMK, Founder PhiliaTalks
Isekai berbasis game masih hype hingga saat ini. Tensei Shitara Slime Datta Ken (That Time I Got Reincarnated as a Slime), Overlord, Log Horizon, sampai Kumo Desu ga, Nani ka? (I’m a Spider, So What?) adalah contoh anime bergenre isekai yang memanfaatkan sistem leveling, skill progression, dan status bar dalam dunia mereka.
Rimuru yang merupakan karakter di Tensei Shitara Slime Datta Kenberkembang dengan menyerap kekuatan lawan. Sementara Ainz Ooal Gown dari Overlord menggunakan sistem MMORPG untuk mengatur kekuatannya.
Lalu, mengapa konsep isekai terasa sangat menarik dan bisa membuat candu?
Psikologi Dibalik Daya Tarik Isekai
Menurut Self-Determination Theory (SDT), yang dikembangkan oleh psikolog Amerika, Edward Deci dan Richard Ryan, motivasi manusia didorong oleh tiga kebutuhan psikologis utama:
1. Kompetensi → Kita suka melihat progres diri. Dalam isekai, karakter utama mengalami peningkatan skill dan level yang terukur, seperti dalam game. Penelitian dari American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa memantau perkembangan bisa meningkatkan motivasi hingga 40%.
2. Autonomy dalam Bertindak → Karakter isekai tidak selalu bisa memilih di mana dan menjadi apa mereka saat terlahir. Tapi mereka bisa menentukan jalan hidupnya sendiri, seperti menjadi petualang atau membangun kerajaan. Ini mencerminkan keinginan manusia untuk memiliki kendali atas hidupnya.
3. Keterhubungan Sosial → Karakter isekai jarang sendirian. Ada pertemanan atau rivalitas yang membuat cerita lebih seru. Data dari MyAnimeList menunjukkan bahwa 70% penggemar isekai menyukai elemen hubungan sosial dalam cerita. Gamification: Sistem Game dalam Isekai.