BETANEWS.ID, KUDUS – Program bantuan stimulan puso yang diberikan kepada petani di Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan dinilai tak tepat sasaran. Hal tersebut karena tidak sesuai dengan realita di lapangan.
Salah seorang petani yang mengeluhkan adalah Kusmanto yang mempunyai lahan garapan seluas 3 hektar, dia merasa bantuan tersebut tidak sesuai dengan kondisi lapangan.
Baca Juga: TPA Tanjungrejo Kudus Overload, Tiap Hari Terima 175 Ton Sampah
āBanyak yang tidak menggarap sawah malah mendapatkan bantuan. Sementara yang sawahnya kebanjiran justru tidak dapat, termasuk saya,ā ujarnya, Rabu (1/1/2025).
Sebelumnya, kata dia, tidak ada sosialisasi terkait proses pengajuan bantuan tersebut. Akibatnya, petani yang terdampak banjir, termasuk dirinya, tidak menerima bantuan yang diharapkan.
āDi sini ada sekitar 20 hektar lahan dengan 50 petani, tetapi tidak ada yang mendapatkan bantuan. Harapan saya, jika ada bantuan seperti ini, harus ada sosialisasi,ā ungkap petani yang menggarap sawah di areal kelompok tani (Poktan) Penggung Desa Wonosoco.
Terlebih ia juga mengeluhkan adanya bantuan asuransi pertanian pada 2022 lalu yang dinilainya tidak adil. Dari total lahan tiga hektar yang ia kelola, Kusmanto hanya mendapatkan kompensasi sebesar Rp2 juta, jauh dari ketentuan bantuan sebesar Rp6 juta per hektarnya.
Di sisi lain, ketua Poktan Penggung, Siswanto menuturkan, bahwa pendataan bantuan puso dilakukan pada tahun 2023. Sedangkan kepengurusan Poktan Penggung saat ini merupakan kepengurusan baru. Artinya pihaknya tidak mengerti soal pendataan yang dilakukan oleh kelompok sebelumnya.
“Jadi dulu, sudah ada pemberitahuan terkait bantuan yang cair ini. Namun, banyak petani yang tidak merespon dan tak mau memberikan datanya, karena dianggap tidak benar-benar cair. Giliran cair mereka mengeluhkan,” katanya.
“Sebagai contoh saya mas, dulu saya ya tidak mau mengumpulkan berkas, soalnya ada materainya. Selain itu saya juga tak mengira kalau akan cair. Jadi saya ini ya juga tidak dapat,” saut Sunanto, anggota Poktan Penggung di samping Siswanto.
Sementara itu, Kepala Desa Wonosoco, Setyo Budi, menyampaikan bahwa keluhan seperti ini adalah hal yang wajar karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap mekanisme bantuan puso.
āBantuan puso itu berdasarkan data luasan lahan yang tercatat dan SK genangan. Namun, data yang tercatat dengan realita di lapangan memang berbeda. Di Wonosoco, lahan yang terdata sekitar 200 hektar, sedangkan yang tergenang air hampir 350 hektar lebih,ā jelasnya.
Baca Juga: Alat Pengelolaan Sampah di TPA Tanjungrejo Banyak yang Tak Berfungsi
Budi menjelaskan, banjir dan genangan air sudah menjadi masalah rutin di Wonosoco setiap musim hujan. Para petani kerap mengalami kerugian besar hingga gagal panen dalam tiga kali masa tanam.
āKami sudah berupaya meminimalisir genangan air dengan pengerukan sungai. Usulan kami melalui BPBD Kabupaten Kudus yang diajukan ke BBWS sudah mendapatkan dua kali dana operasional untuk perawatan sungai. Hasilnya, genangan air yang biasanya surut dalam lima hari, sekarang hanya dua sampai tiga hari,ā tuturnya.
Editor: Haikal Rosyada