BETANEWS.ID, KUDUS – Presiden Prabowo Subianto berwacana akan memberikan pengampunan kepada koruptor, jika pelaku tindak pidana korupsi tersebut mengembalikan kerugian negara. Wacana itu pun menimbulkan pro dan kontra termasuk akademisi di Kabupaten Kudus.
Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Muria Kudus (UMK), Hidayatullah, mengatakan, pro dan kontra sebuah kebijakan adalah sebuah keniscayaan. Namun, dirinya adalah bagian dari yang tidak setuju dengan wacana kebijakan pengampunan untuk koruptor.
“Sebab, dalam Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tindak pidana korupsi itu dinyatakan sebagai tindak kejahatan luar biasa. Sehingga, seharusnya diberantas atau ditanggulangi dengan cara-cara yang luar biasa,” ujar Hidayatullah di ruang kerjanya, belum lama ini.
Baca juga: Akademisi Kudus Tanggapi Wacana Bupati Kembali Dipilih DPRD
Ketika kemudian seorang koruptor diampuni karena sudah mengembalikan kerugian negara, lanjutnya, maka jelas itu bukanlah cara luar yang biasa. Tetapi justru sebaliknya, yakni sebagai upaya pelemahan dalam pemberantasan korupsi.
“Gagasan pengampunan koruptor juga akan terkendala dengan persoalan teknis. Sebab, kayaknya tidak mungkin seorang koruptor itu mengakui kejahatannya dan dengan suka rela mengembalikan kerugian negara,” bebernya.
Selain itu, kata Hidayatullah, ketika seorang koruptor hanya diminta untuk mengembalikan kerugian negara maka itu jauh dari pemberian efek jera. Saat ini saja yang ada hukum pidana bagi koruptor, perilaku koruptif masih marak terjadi.
“Penggunaan hukum pidana di dalam pemberantasan korupsi salah satu tujuannya adalah untuk menimbulkan efek jera. Jadi, ketika semangatnya adalah untuk pemberantasan tindak pidana korupsi, maka wacana pengampunan koruptor jelas tidak tepat,” tegasnya.
Dia mengungkapkan, dalam bahasa teori hukum pidana sebenarnya ada yang disebut pencegahan. Hal itu juga berlaku pada upaya pemberantasan korupsi. Ada dua sasaran di sini, yakni prevensi general dan prevensi spesial.
Baca juga: UMK Naik 6,5 Persen, DPRD Kudus Minta Pemkab Waspadai Perusahaan Kecil
“Prevensi general itu arahnya kepada masyarakat supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi. Sementara prevensi spesial adalah mengarah pada pelaku tindak pidana korupsi,” jelasnya.
Oleh karena itu, kata dia, ketika cara-cara pencegahan tersebut diabaikan dengan pemberian pengampunan seperti yang digagas Presiden Prabowo Subianto, maka ini adalah langkah mundur dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, harus diakui korupsi di Indonesia saat ini sudah membudaya.
“Ada juga yang bilang korupsi sudah menggurita dan sudah merasuk ke dalam aspek kehidupan, terutama penyelenggara negara. Jadi tindak pidana korupsi harus diberantas dengan cara yang luar biasa, bukan malah diampuni,” tegasnya.
Editor: Ahmad Muhlisin