BETANEWS.ID, KUDUS – Proyek pengurukan lahan Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT) pada 2023 diduga terjadi tindak pidana korupsi, dan kasusnya sedang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus. Padahal, proses pengadaan tanah uruk proyek tersebut sudah melalui sistem e-catalog.
Padahal, sistem e-catalog digadang-gadang bisa mengindari praktik-praktik korupsi. Namun nyatanya, untuk uruk lahan SIHT tersebut nilai proyeknya sampai bisa disubkon hingga tiga kali dengan sisa bayar yang cukup fantastis.
Menanggapi hal tersebut, Penjabat (Pj) Bupati Kudus, Muhamad Hasan Chabibie mengatakan, sistem e-catalog milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus memang belum sempurna. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan perbaikan sistemnya.
Baca juga: Proyek Tanah Uruk SIHT Kudus Dipihakketigakan hingga 3 Kali, Keuntungan Fantastis
“Rekomendasi itu disampaikan ketika acara Monitoring Center for Prevention (MCP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu,” ujar Hasan di halaman Pendopo Kudus, belum lama ini.
Tak hanya dari KPK, kata dia, sistem e-catalog Pemkab Kudus juga mendapatkan rekomendasi perbaikan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurutnya, rekomendasi dari dua lembaga tersebut sudah disampaikannya ke semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Ketika rapat dengan teman-teman dinas, kita sampaikan bagian dari rekomendasi BPK maupun rekomendasi KPK terkait perbaikan sistem e-catalog yang ada di Kabupaten Kudus,” tegasnya.
Sebagai informasi, proyek pengurukan lahan SIHT dilaksanakan melalui sistem E-Catalog. Nilai kontrak pekerjaan tersebut kurang lebih sebesar Rp9,1 miliar dengan harga satuan sebesar Rp212 ribu.
Baca juga: Aroma Dugaan Korupsi Merebak di SIHT, Kepala Disnaker Kudus Diperiksa Kejari
Kemudian oleh direktur pemenang proyek tersebut, disubkonkan atau dikerjasamakan dengan orang berinisial SK, tanpa sepengetahuan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Nilai kontrak tanah uruk SIHT yang semula kurang lebih sebesar Rp9,1 miliar berubah menjadi Rp4 miliar, dengan harga satuan Rp93,5 ribu.
Selanjutnya, SK menyubkonkan lagi kepada AK. Nilai kontraknya berkurang lagi menjadi Rp3,1 miliar, dengan harga satuan Rp72 ribu.
Editor: Ahmad Muhlisin