BETANEWS.ID, KUDUS – Tumari terlihat menunggu pembeli mampir ke gerobak es dawetnya di Desa Kauman, Kecamatan/Kabupaten Kudus. Meski cuaca cukup terik, lapaknya itu sepertinya masih sepi pembeli.
Sepi-ramai, hujan-panas memang sudah jadi temannya sehari-hari. Segala macam kondisi tersebut tak membuat semangatnya luntur, meski di usia yang ke 70, harusnya ia sudah menikmati waktu senjanya di rumah.
“Jualan es dawet memang sudah sejak 1977 sampai sekarang ini. Dulunya di daerah sini banyak yang jualan es dawet sekarang sudah tidak ada, hanya saya saja. Selain jualan es dawet kadang juga bakso kalau pas musim hujan. Tapi kalau pas kayak gini, ya, jualan es dawet saja,” jelasnya, Selasa (06/02/2024).
Baca juga: Es Dawet Ireng di Ploso Kudus Ini Harus Masuk List Jajanmu, Harganya Cuma Segini
Tumari menuturkan, es dawetnya itu menggunakan bahan yang berbeda dengan pedagang lainnya, yaitu menggunakan pati kanji. Hasilnya, teksturnya lebih kenyal dan warna yang dihasilkan lebih jernih. Berbeda dengan dawet yang dibuat menggunakan pati aren.
Es dawet miliknya juga terbilang cukup ramai, apalagi saat banyaknya rombongan peziarah yang datang. Sebab, lokasinya yang dekat dengan menara Kudus membuatnya banyak dikunjungi oleh para peziarah.
Baca juga: Orang Kudus Sebelah Mana yang Belum Pernah Ngicipi Es Campur 77 yang Laku Ratusan Porsi Sehari Ini?
Setiap hari, ia mampu menjual sekitar 100 porsi saat ramai dan jika sepi sampai 50 porsi. Es dawet yang ia jual seharga Rp5 ribu itu bisa dinikmati mulai pukul 9.00-15.30.
“Alhamdulillah masih ramai, sehari bisa sampai sekitar Rp500 ribu, kalau pas ada banyak rombongan ziarah biasanya hari Kamis-Minggu,” beber ayah empat anak itu.
Editor: Ahmad Muhlisin