BETANEWS.ID, JEPARA – Giyarto (60), Ketua Kelompok Tani Margo Tentrem, Desa Sendang, Kecamatan Kalinyamat, Kabupaten Jepara bersama empat orang rekannya tampak saling bahu membahu menghidupkan disel agar sawah padi dan jagung milik mereka dapat teraliri oleh air.
Giyarto bercerita bahwa di musim kemarau kali ini banyak tanaman jagung milik para petani yang ada di desanya terancam mati karena kekurangan sumber pengairan. Ketika tanaman jagung banyak yang mati, hal tersebut menurutnya akan berdampak pada menurunnya hasil panen para petani.
Baca Juga: Berpotensi Besar, Petani Belimbing Jingga Berharap Ada Pendampingan
Ia bersama empat rekan lainnya terbilang masih cukup beruntung karena masih ada air yang bisa mengalir ke sawah yang mereka garap. Meskipun dengan konsekuensi modal yang mereka keluarkan untuk menggarap lahan juga ikut bertambah.
“Hasilnya berapa di musim kayak gini ya nggak bisa diprediksi. Modalnya udah berkali-kali lipat. Kayak pengairan itu aja misalnya, sehari semalem itu belum tentu bisa mengairi satu kotak, sedangkan sehari nya butuh BBM paling nggak Rp250 ribu, makanya ini petani kan pada nangis,” katanya pada Betanews.id, Rabu (18/10/2023) di Desa Sendang, Kecamatan Kalinyamat, Kabupaten Jepara.
Sehingga di musim kemarau seperti ini, menurutnya harapan para petani tidak banyak. Asalkan modal yang mereka keluarkan untuk menanam bisa kembali, menurutnya sudah membuat para petani merasa senang.
“Iki gampange wong nandur jagung modale balik wes do seneng, meskipun modal tenaganya nggak bisa balik,” ujarnya.
Sulitnya mendapatkan air untuk mengairi lahan pertanian juga dialami oleh para petani di Desa Sidigede, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara.
Sementara itu, Munawar (65) bersama enam orang rekannya juga tampak bahu membahu membenahi sumur bor agar bisa mengalirkan air di sawah milik mereka. Sumur tersebut menurutnya memiliki kedalaman sekitar 75 m.
Namun karena disel yang mereka gunakan tidak lagi kuat untuk mengangkat air sampai ke atas permukaan tanah, menyebabkan mereka terpaksa untuk beralih menggunakan siber. Sehingga mau tidak mau modal yang mereka keluarkan juga ikut bertambah.
“Sumur bor itu kedalamannya sekitar 75 m, airnya bisa keluar, cuma ini diselnya udah nggak kuat ngangkat air ke atas. Sehingga kita ganti menggunakan siber. Satu paket ini harganya Rp3 juta, kalau ditambah sama peralatan yang lain totalnya jadi Rp5 juta. Nanti ketambahan sewa disel dinamo karena disini nggak ada listrik itu Rp5 juta,” katanya.
Baca Juga: Kebutuhan Logistik Pemilu di Jepara Mulai Didistribusikan Akhir Bulan Ini
Akibat dari krisis air tersebut juga menyebabkan banyak pohon jagung yang ada di sekitar lahan tersebut menjadi mati.
“Ini juga udah mulai banyak yang mati itu pohonnya, ya masih bisa dipanen. Tapi bobotnya jadi berkurang karena kekurangan air, biasanya saya nanam satu bahu hasilnya bisa sekitar empat ton, ini paling cuma setengahnya,” pungkasnya.
Editor: Haikal Rosyada