BETANEWS.ID, DEMAK – Sivofishery atau wanamina menjadi langkah para petambak di Demak menyelamatkan rusaknya tanggul akibat arus yang deras. Salah satu yang telah menerapkan ini adalah petambak di Dukuh Wonorejo, Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung.
Menurut Ketua Kelompok Tambak Barokah, Matsairi, wanamina merupakan sistem pertambakan yang menggabungkan dengan tanaman bakau. Pembuatan wanamina sudah dilakukan masyarakat sejak 2018, melalui bantuan dari Westland kepada sepuluh petani tambak di wilayahnya.
“Pada saat itu ada sepuluh tambak secara bertahap, sedangkan yang berhasil diterapkan ada enam tambak,” katanya, Rabu (16/8/2023).
Baca juga: 74 Persen Tambak di Demak Terkena Rob, Kerugian Ditaksir Capai Rp14,2 Miliar
Ia mengatakan, dengan menerapkan wanamina, tambak di Timbulsloko menjadi lebih aman dari derasnya ombak, karena terlindungi oleh lebatnya tumbuhan mangrove.
Ia menerangkan, untuk membuat sistem sivofishery mula-mula bambu dipotong menjadi beberapa bagian. Kemudian ditancapkan di sepanjang tambak dengan jarak 1,5 meter. Setelah itu, sedimentasi terbentuk dan ditumbuhi dengan mangrove.
“Semula itu ditanami rhizophora sebagai pemancing. Setelah satu tahun mendapat sedimentasi tanah kemudian ada avicenna jatuh di situ dan tumbuh alami,” terangnya.
“Setelah diberi wanamina, budi daya ikan itu berhasil karena tanggulnya tidak jebol, kemudian pematang-pematang bisa diberi waring sehingga bisa ditabur ikan bandeng dan kerang dara,” terangnya.
Hasil dari sistem wanamina, petambak kini dapat memanen ratusan hingga ribuan kilogram ikan setiap tahunnya.
“Untuk kerang dara taburnya dua setengah ton bisa mencapai hasil satu ton itu harga naik. Pas tabur itu kan harganya Rp3.200 per kilogram sedangkan kalau dijual Rp15-17 ribu per kilogram,” sebutnya.
Baca juga: Dukuh Bedono, Perkampungan Terakhir yang Bertahan dari “Amukan” Rob di Sayung Demak
“Kalau bandeng dengan luas 1,7 hektare itu bisa ditabur sepuluh ribu ekor, panennya tiga kali setahun bisa dapat enam kuintal. Harga per kilogram Rp20-25 ribu,” lanjutnya.
Sayangnya, dari kisaran 30 hektare tambak di Timbulsloko, hanya sekitar 12 hektare tambak yang menerapkan wanamina. Hal itu disebabkan biaya pembuatan yang lebih mahal.
“Wanamina itu kan biayanya lebih besar dan membutuhkan tenaga kalau itu dibuat ya lumayan. Satu tambak hampir Rp20 juta,” pungkasnya.
Editor: Ahmad Muhlisin