Suara terompet dan kenong terdengar menggema di Desa Kedungwaru Kidul, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Rabu (3/5/2023) siang. Suasana desa tampak meriah, banyak warga berkumpul di depan rumah milik Agos Saeroni, warga setempat.
Hari itu, Agos tengah mengkhitankan anaknya bernama Rizki Wahyu Setiawan. Sebagai wujud syukur, Agos menanggap barongan dan kuda lumping. Selain itu, Agos juga membuat prosesi arak-arakan dengan mengiring Rizki bersama warga ke kediaman kepala desa.
Rizki telah siap dengan dandanan ala raja. Dia mengenakan jubah merah dan mahkota berwarna emas di kepala, serta mengenakan kalung ronce bunga melati. Bak raja sehari, Rizki diarak warga dan keluarganya dengan menunggang kuda.
Baca juga: Wujud Syukur Limpahan Hasil Laut, Nelayan Demak Gelar Tradisi Syawalan
Dalam prosesi arak-arakan dimuali dari kediaman Agos. Rizki diiringi warga dan keluarganya berkeliling kampung. Pemain barongan dan kuda lumping berada di rombongan depan, berjalan sambil menunjukkan aksinya. Rute arak-arakan berakhir di kediaman kepala desa.
Khitan atau sunat, merupakan syariat yang harus dijalankan bagi pemeluk Islam laki-laki. Di Indonesia, prosesi khitanan biasanya dibarengi dengan tradisi tasyakuran dengan berbagai bentuk. Termasuk di Demak, yang diselenggarakan Agos saat mengkhitankan anaknya, dengan membuat prosesi arak-arakan. Tradisi seperti ini lazim dilakukan sejak zaman dulu, namun kini telah banyak ditinggalkan.
Prosesi tidak hanya berlangsung di siang hari. Malamnya, Agos menyelenggarakan tasyakuran dengan mengundang warga setempat untuk kenduri, atau sebagian masyarakat ada yang menyebutnya dengan istilah bancaan. Selain itu, tentu prosesi utama tradisi ini, yakni khitanan.
Kepala Desa Kedungwaru Kidul, Mujianto mengatakan, tradisi arak-arakan khitanan sebagai wujud syukur warga karena telah mengkhitankan anaknya. Meski tradisi ini telah banyak ditinggalkan, pihaknya mengajak masyarakat untuk terus nguri-uri tradisi yang telah dilakukan Agos ini.
“Tradisi ini sebenarnya telah berlangsung sejak lama, cuma hampir sepuluh tahun hilang karena pemimpin lama terlalu abai dengan kebudayaan, jadi selama masa jabatan saya, kami galakkan kepada masyarakat untuk nguri-uri budaya,” kata Mujianto pada Betanews.id.
Baca juga: Tradisi Bulusan Kembali Digelar, Ribuan Warga Rela Panas-Panasan Perebutkan Gunungan
Dia menjelaskan, prosesi arak-arakan dengan rute akhir di kediamannya, dilakukan keluarga Agos untuk meminta izin pada pemangku wilayah. “Menurut sejarah, setiap khajatan besar ada pagelaran seni di wilayah Kedungwaru Kidul. Lalu ada adat untuk meminta restu kepada kepada desa sebagai pemangku wilayah, ” imbuhnya.
Selain khitanan, tradisi arak-arakan juga di Kedungwaru Kidul juga dilakukan saat acara pernikahan. Sedangkan mengenai rute disesuaikan dengan nazar dari masing-masing pemilik khajat.
“Khitanan itu kadang-kadang ada nazar biasanya langsung ke pasar Mondoroko lalu ke kepala desa. Kalau pernikahan itu mengambil salah satu pengantin lalu ke rumah kades, ” tuturnya.
Editor: Suwoko