BETANEWS.ID, KUDUS – Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) M Nur Khabsyin menyebut petani tebu tidak ikut menikmati keuntungan saat harga gula naik.
“Petani tidak menikmati kenaikan harga itu. Yang menikmati adalah pedagang,” ucapnya, Selasa (15/3/2022).
Kepada APTRI, para petani sebenarnya mengusulkan adanya kenaikan harga pokok penjualan (HPP) gula tani. Khabsyin menyebut sudah enam tahun HPP gula tidak mengalami kenaikan dari Rp9.100 per kilogram. Padahal biaya-biaya produksi gula semuanya naik tiap tahunnya, tapi harga jual gula masih sama saja.
Baca juga: Petani Tebu Jauh dari Sejahtera, Swasembada Gula Mustahil Bisa Tercapai (5/5)
“Maka dari itu, kami (APTRI) mengusulkan HPP bisa ditetapkan Rp11.500 per kilogramnya ke Pemerintah Pusat,” katanya.
Khabsin menegaskan, HPP bukanlah Harga Eceran Tertinggi (HET). Sebab, gula tebu petani bukanlah barang milik negara seperti Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Gula ini milik petani, masyarakat. Pemerintah cukup mengatur harga pokok penjualannya saja,” terangnya.
Baca juga: Ironi Negeri Agraris, Dulu Pengekspor Gula Terbesar di Dunia, Kini Jadi Pengimpor (1/6)
Menanggapi salah satu Pabrik Gula (PG) Rendeng yang mandeg produksi selama tiga musim, Khabsyin menyebut masalah ada di mesinnya. Saat perakitan mesin, diduga pihak kontraktor mengalami kesalahan, sehingga setelah selesai, mesin tidak bisa beroperasi maksimal.
“Ini merupakan tanggungjawab kontraktor yang melaksanakan proyek (perakitan mesin) itu. Petani dirugikan karena tidak bisa setor tebu. Kalaupun ada tebu, penggilingan perlu setor ke PG Trangkil,” tutup Khabsin.
Editor: Ahmad Muhlisin