BETANEWS.ID, KUDUS – Siang itu, Siti Masruroh (46) tampak sibuk dengan beberapa alat panggang. Terlihat dia beberapa kali menggeser dan membuka alat panggang, untuk menuang dan mengambil adonan yang dianggapnya sudah masak. Setelah dibentuk dengan tangannya, kue gapit tersebut kemudian diletakkan pada lingkaran besi.
Masruroh menuturkan, usaha pembuatan kue gapit wijen yang digelutinya sejak empat tahun yang lalu bisa dikatakan sebagai penopang ekonomi keluarga. Karena dari hasil produksi dan penjualan kue gapit itulah, dia mampu membiayai anak pertamanya kuliah di Kota Gudeg, Yogyakarta.

“Saya memulai usaha empat tahun lalu. Saya bersyukur, dua tahun setelahnya bisa membiayai kuliah anak di jurusan komputer Universitas Amikom Yogyakarta,” ujanya saat ditemui, Selasa (12/5/2020).
Perempuan yang dikaruniai dua orang anak itu berharap, bisa membiayai kuliah anak pertamanya hingga lulus. Termasuk juga melakukan hal sama kepada anak keduanya yang saat ini akan masuk Sekolah Menengah Atas (SMA).
Baca juga: Demi Punya Rumah Sendiri, Masruroh Tak Kenal Lelah Produksi Gapit Wijen
“Semoga saja usaha kue gapit saya lancar. Sehingga bisa membiayai pendidikan anak kami hingga jenjang tertinggi,” harap warga Desa Ngembalrejo, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus itu.
Sebagai orang tua yang ekonominya pas-pasan, dia merasa sangat bangga jika mampu membekali pendidikan tinggi pada kedua anaknya. Karena menurutnya, pendidikan itu sangat penting.
“Dengan membekali anak kami pendidikan tinggi, saya berharap anak kami kelak bisa sukses,” ungkapnya.
Masruroh menambahkan, saat ini suaminya hanya seorang buruh pocok di perusahaan rokok di Kudus. Kalau berharap dari penghasilan dari suaminya saja, bisa jadi pendidikan anaknya terbengkalai. Oleh sebab itu, empat tahun lalu dia merintis usaha pembuatan gapit wijen.
Baca juga: Resep Turun Temurun yang Membuat Madu Mongso Mbah Uti Selalu Diburu Pembeli
Menurutnya, gapit wijen banyak diminati sebagai suguhan hajatan, serta untuk hidangan lebaran. Di momen-momen itulah, pesanan meningkat. Jika di bulan biasa, dia hanya mampu produksi sepekan tiga kali. Di bulan puasa, produksi dilakukan setiap hari.
“Jumlah produksinya pun ada peningkatan. Jika di hari biasa hanya menghabiskan tiga kilogram adonan setiap berproduksi. Saat bulan puasa saya bisa produksi 12 kilogram adonan setiap harinya. Dari adonan 12 kilogram tersebut, saya mampu memproduksi kue gapit wijen ribuan butir,” tutup Masruroh.
Editor: Ahmad Muhlisin