BETANEWS.ID, KUDUS – Deru motor sekitar Jl Patimura, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus sore itu masih ramai dikuasai kendaraan beroda dua. Lalu lalang lalu lintasnya meredam suara mesin pompa udara milik Suprihatin (53) di sebelah barat jalan.
Lelaki paruh baya itu masih sibuk mengoperasikan pompa udara yang ujung selangnya diganti corong kecil. Sesekali ia memilah beberapa baut engsel dari plastik, lalu kembali mengelap salah satu kayu ukir bahan tempat tidur di depan toko. Suprihatin merupakan pemilik sekaligus perintis toko mebel yang dinamani Annisa Furniture.
“Usaha ini memang saya rintis sendiri. Awalnya dulu saya pernah kerja di toko mebel milik orang asing. Lalu lambat laun saya keluar dan berpikiran untuk buka sendiri. Salah satunya karena merasa jika punya sendiri setidaknya nggak kerja sama orang lain, utamanya orang asing. Alasan lain, karena dengan buka usaha sendiri nantinya bisa membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain,” papar Suprihatin kepada betanews.id, Selasa (10/3/2020).
Dari ceritanya pula, usaha yang mulai berdiri sejak tahun 2008 ini meskipun masih dipasarkan di lingkup lokal, akan tetapi sudah cukup berkembang. Hal tersebut ia buktikan dengan penjualan produk furniture yang stabil dari tahun ke tahun. Selain itu sesuai dengan tujuannya, Suprihatin memanfaatkan tenaga lingkungan sekitar sebagai karyawannya.
“Kalau pemasaran, kebetulan masih lokal. Sekitar Kudus, Pati, Demak, Semarang. Tapi alhamdulilah tiap bulan ada yang memesan. Dari sana selain memang sengaja nyetok, kalau ada pesanan yang diminta pelanggan ya kami buatkan. Makanya setiap hari sampai sekarang karyawan tetap bekerja. Kalau pesanan banyak, bahkan sampai mengambil tenaga ibu-ibu sekitar untuk dibawa pulang barangnya terus diamplas di rumah,” ungkap dia.
Baca juga : Kualitas Oke, Mebel Spesialis Kayu Lawasan Pak Timin Diburu Konsumen
Sambil mengambil sebatang rokok, ia melanjutkan, bahwa sekarang ia punya langganan perajin dari beberapa daerah. Seperti Blora dan Jepara. Dari sana pula, bahan dan jenis kayu jatinya didapat. Sehingga untuk pengerjaan pesanan pelanggan, ia mempunyai beberapa pilihan kayu jati dan kemudian di finishing di tempatnya.
“Kebetulan karena pernah kerja di usaha yang saya sebutkan tadi, jadi punya beberapa kenalan perajin. Dari Blora sama Jepara. Kayu jatinya pun dari sana. Jadi semisal stok yang di sini masih ada, tapi ada pelanggan yang minta jenis kayu berbeda dan model yang lain ya saya hubungi pengrajin yang bersangkutan. Makanya di sini cuma proses finishing,” ungkapnya.
Selanjutnya ia menyebutkan, bahwa bisnisnya tersebut memiliki musim yang bisa diandalkan. Salah satunya menuju bulan Ramadan atau menjelang Idul Fitri. Katanya, banyak pelanggan yang datang kepadanya untuk membeli atau memesan furniture.
“Kalau bulan-bulan biasa ya kadang ada satu-dua pesanan. Tapi kalau seperti sekarang kan menjelang bulan puasa, sehabis itu Idul Fitri. Memang biasanya lebih ramai. Bisa 2-3 kali lipatnya. Jika katakanlah omzet per bulan biasa rata-rata Rp 10 juta, kalau menjelang Idul Fitri alhamdulilah bisa sampai Rp 20 jutaan lebih,” kata dia.
Selanjutnya ia memaparkan, beberapa jenis kayu jati yang dipakai oleh bisnis mebelnya tersebut. Mulai dari kayu jati desa, jati Sulawesi sampai jati Perhutani. Suprihatin menuturkan jika membicarakan harga, paling tinggi adalah Jati Perhutani Blora yang secara kualitaspun paling baik.
“Kalau harga, itu tergantung jenis kayu jati sama seberapa besar barang. Semisal kursi, lemari, dipan atau barang-barang apapun yang bisa dibuat dari kayu. Paling tinggi biasanya harga lemari. Sedangkan untuk jenis paling tinggi harganya kayu jati Perhutani dari Blora. Karena memang kayunya paling tua, jadi kualitasnya paling bagus dan mahal,” kata dia.
Setelah itu ia mengatakan, jika bisnisnya memang masih terbilang kecil. Sehingga kadangkala harus berani mengambil risiko untuk menghutang di bank sebagai modal awal. Setelah itu baru mendapatkan untung jika pelanggan membayar. Dari sanalah Annisa Furniture mengakali berputarnya roda bisnis hingga sekarang.
“Ya namanya masih tergolong UMKM ya Mbak. Belum besar. Jadi ya pasti kadang kala ada kesulitan terutama perihal permodalan. Karena kadang ada pelanggan yang memesan dengan dp 50 persen dulu, kadang malah dibayar kalau barangnya sudah jadi. Kalau seperti itu kan saya harus tetap tombok dulu ke perajin. Baru setelah barang dikirim pelanggan membayar. Kalau saking nggak ada modal ya larinya minjem ke bank,” pungkas dia.
Editor : Kholistiono