SEPUTARKUDUS.COM, MLATI KIDUL – Bidang Peternakan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kudus Sa’diyah menyatakan, Pemerintah Kabupaten Kudus menargetkan 250 sapi bunting pada tahun ini. Target ini merupakan bagian dari program swasembada daging melalui program Upaya Khusus (Upsus) Sapi Indukan Wajib Bunting (Siwab) yang dicanangkan pemerintah pusat. Jumlah tersebut merupakan target paling kecil dibanding dengan daerah lain.

Menurut Sa’diyah, angka 250 ekor yakni angka paling sedikit dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten di Karisidenan Pati. Dia menjelaskan, jumlah populasi sapi potong di Kudus sebanyak 10.308 ekor. “Angka tersebut yang menjadikan Kudus mendapatkan target 250 ekor di tahun 2017,” tuturnya saat ditemui di ruangannya, Kamis (9/2/2017).
Menurutnya, nanti masyarakat akan didorong untuk memelihara sapi betina supaya populasi sapi potong di Kudus akan meningkat. Dikatakan, dalam target progam Upsus Siwab, Kudus paling sedikit ketimbang dengan kabupaten-kabupaten di Karesidenan Pati. Disebutkan, jumlah target tertinggi yakni Kabupaten Grobogan sebanyak 79.465 ekor. Selanjutnya Blora dengan target sebanyak 79.432 ekor, Rembang 62.012 ekor, Pati 14.000 ekor, Jepara 8.516 ekor dan Kudus sendiri 250 ekor.
Dia menjelaskan, target yang rendah dikarenakan banyaknya peternak Sapi di Kudus yang memelihara sapi jantan. Selain itu, Kudus termasuk daerah industri yang sebagian besar masyarakatnya bekerja di sektor lain. “Lahan di Kudus sedikit. Warga yang memelihara sapi pun hanya untuk sampingan. Bukan seperti di Pati dan Blora yang memang banyak peternak,” jelasnya.
Dia memberitahukan, progam Upsus Siwab yang dilaksanakan Kementerian Pertanian bertujuan untuk memperbanyak populasi sapi potong di dalam negeri. Menurutnya, dengan adanya program tersebut kebutuhan daging secara nasional akan tercukupi.
Dalam pelaksanaannya, nanti sapi akan diberikan inseminasi buatan (IB) dengan cara disuntik hormon supaya bunting. Menurutnya kebanyakan sapi di Jawa sudah menggunakan inseminasi buatan bukan kawin alami. Sedangkan kawin alami atau intensifikasi kawin alam (Inka) masih banyak dilakukan di luar Jawa. “Bulan November 2016 kami sudah mulai sosialisasi,” tuturnya.