SEPUTARKUDUS.COM, PLOSO – Di tepi Jalan Tambak Lulang, Desa Ploso, Kecamatan Jati, Kudus, terlihat rumah bertembok kuning. Di samping rumah tampak rak bambu berisi tempe yang masih terbungkus plastik transparan dan terbungkus daun jati. Di sebelah rak tersebut terlihat seorang pria sedang memasukan biji kedelai ke dalam plastik. Pria tersebut bernama Nasruchin (43), pemilik usaha pembuatan tempe tersebut.
Di sela aktivitasnya membuat tempe, Nasruchin sudi berbagi kisah tentang usahanya kepada Seputarkudus.com. Dia mengatakan, mulai membuat tempe sejak lulus sekolah menengah pertama (SMP), tepatnya tahun 1991. Dia mengaku belajar membuat makanan fermentasi kedelai itu di tempat usaha kakaknya, yang lebih dulu merantau ke Kudus. Saat itu kakaknya membuka usaha di Desa Nganguk, Kecamatan Kota, Kudus.
“Setelah lulus SMP, aku tidak melanjutkan ke. Aku datang ke Kudus menemui kakakku yang memiliki usaha pembuatan tempe. Aku bekerja sekaligus belajar membuat tempe di sana,” cerita Nasruchin saat ditemui di tempat usahanya, beberapa hari lalu.
Pria yang menjadikan rumah tinggal sekaligus tempat usaha itu menuturkan, selama kerja di tempat kakaknya tersebut, dia mengaku tidak meminta bayaran sepeserpun. Dia mengungkapkan, sudah dibolehkan kakaknya belajar membuat tempe saja dirinya mengaku sudah senang. Dan untuk kebutuhan makan, dia mengatakan ditanggung kakaknya.
Karena melihat ketekunan dan keseriusanya bekerja, katanya, tiga bulan kemudian kakaknya menyuruh Nasruchin memproduksi tempe secara mandiri. Padahal pada waktu itu, dirinya mengaku tidak memiliki uang sepeserpun untuk membeli kedelai maupun bahan lain untuk memproduksi tempe. Dengan kebaikan kakaknya, dia memproduksi kedelai dengan bahan serta alat milik kakaknya. Penjualan produk tempe yang dia buat juga pasarkan kakaknya.
“Pada waktu itu aku hanya memproduksi tempe dengan bahan kedelai sebanyak lima kilogram, hal tersebut terjadi selama setahun. Setelah memiliki modal, pada tahun 1992 aku mengontrak tempat untuk memproduksi tempe. Selain itu aku membeli sepeda ontel untuk memasarkanya. Karena kakakku ingin agar aku benar – benar mandiri,” ujarnya
Pria yang dikaruniai dua anak itu mengatakan, sejak saat itu dia menjual tempenya di Pasar Bitingan, Kudus. Karena tidak punya kios dia mengaku menjual tempe hasil produksinya dengan cara ikut numpang di kios orang lain. Menurutnya sejak menjual tempenya di Pasar Bitingan tersebut dirinya mulai dikenal. Hingga tempe yang dia produksi menghabiskan 30 sampai 50 kilogram kedelai habis terjual sehari.
Setelah Pasar Bitingan selesai dibangun pada tahun 1997, dia mengaku membeli kios pasar tersebut. Dia menuturkan sejak saat itu pula dia mulai merekrut satu orang khusus untuk membuat tempe. Karena menurutnya sejak memiliki kios penjualan tempenya meningkat, dan mampu menjual tempe dari 1,5 kwintal kedelai sehari.
Nasruchin menambahkan, dengan penjualan yang terus meningkat tersebut dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1999, dia membeli rumah yang ditempati sampai sekarang. Setelah memiliki rumah setahun kemudian dia mempersunting pujaan hatinya.
“Alhamdulillah setelah menikah penjualan tempeku semakin meningkat, dan istriku juga bersedia keluar kerja dan sudi ikut berjualan di pasar namun beda kios. Dengan memiliki dua tempat penjualan, aku mampu menjual habis tempe 1,9 kwintal sehari,” ujar Nasruchin yang memberi nama produk tempenya dengan nama Annas.