Tingginya sekitar 5 meter, terbuat dari kayu jati.
Di bagian atas tedapat ukiran tulisan Arab. Di dalam gebyok tersebut terdapat mimbar khutbah dan jam bandul yang
juga berbahan kayu. Masjid tersebut bernama Masjid Jami Al-Falah.
Takmir Masjid Al-Falah, Jupri (50), menjelaskan, gebyok yang
terdapat di Masjid Al-Falah diukir oleh Alek yang berasal dari Desa Klumpit, Kecamatan Gebog. Ukiran yang terdapat di gebyok
tersebut khas Kudus. “Ukirannya khas Kudus bukan Jepara, yang membuat
namanya Alek,” tuturnya kepada Seputarkudus.com.
Masjid yang direnovasi terakhir pada 11 Januari 2012
tersebut, pada langit-langit di ruang aula depan terdapat kaligrafi Arab berwarna hitam. Menurut Jupri, yang membuat kaligrafi itu sesorang
dari Kecamatan Dawe. “Saya lupa namanya, namun dia dari Kudus, tepatnya
Dawe,” tambahnya.
Jupri menjelaskan, arsitektur masjid ini khas Timur Tengah. Di bagian depan masjid terdapat dua menara dan tiga pintu gerbang
berbentuk setengah oval. Setahu dirinya, bagian depan Masjid Al-Falah mengikuti
arsitektur Masjid yang ada di Universitas Muria Kudus (UMK). “Bagian depan
masjid arsitekturnya seperti Masjid UMK. Namun ditambah dua menara,” tuturnya.
Di bagian dalam masjid terlihat gebyok yang di dalamnya terdapat
mimbar khotbah dan jam bandul. Ruang utama salat mempunyai dua
tiang bulat yang menembus lantai dua. Di langit-langit kubah berbentuk bulat,
tergantung lampu-lampu warna kuning berbentuk bunga yang berjumlah 23.
Menurut Jupri, desain ruang utama mengikuti
sebuah masjid di Pecangaan, Jepara.
Masjid yang dibangun di atas tanah wakaf seluas kurang dari
setengah hektare itu, kata Jupri, dirancang oleh warga Dukuh Muneng. “Arsitek masjid Al-Falah
bernama Udik dan Kuswanto,” tuturnya.
masyarakat Dukuh Muneng Desa Gribig. Menurutnya, pertama kali Masjid Al-Falah
didirikan tahun 1967, dan direnovasi tahun 2012. “Renovasi terakhir menghabiskan
dana sekitra Rp 1,2 miliar dan diresmikan tahun 2015 oleh KH Sya’roni Ahmadi,”
jelasnya.