BETANEWS.ID, PATI – Kebijakan menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), menurut Bupati Pati Sudewo sudah sesuai aturan. Dirinya, sebutnya, dalam hal ini menjalankan amanah dari Perda Nomor 1 Tahun 2024.
Ia pun menjelaskan bahwa dalam perda tersebut, ada persentase. Yakni, ketika harga tanahnya di bawah Rp1 miliar, persentasenya 0,1 persen. Kemudian, jika lebih dari Rp1 miliar, yakni 0,2 persen. Sementara, untuk pertanian 0,9 persen.
Baca Juga: Sudah Sepekan Banjir Rob Terjang Desa Tunggulsari Tayu
Namun menurutnya, dirinya tidak sepenuhnya mengikuti angka-angka tersebut. Sebab, lonjakannya ada yang sampai ribuan persen.
“Itu tidak sepenuhnya saya pakai. Itu pasti akan terjadi gejolak. Dan saya tidak menghendaki seperti itu. Jadi kalau ribut meningkatkan PBB, bayar nambah 50 ewu, 100 ewu sekali dalam setahun kok diributke,” ujar Sudewo.
Dirinya justru mempertanyakan, kenapa masyarakat tidak ribut dengan kondisi jalan yang rusak di mana-mana. Tidak pula meributkan APBD sebesar Rp75 miliar yang dalam satu tahun digunakan untuk menggaji pegawai honorer.
“Kok ora ribut, Rp75 miliar duit APBD, dalam satu tahun dipakai gaji pegawai honorer. Pegawai kontrak yang indikasinya nyogok sama oknum-oknum pemerintah itu. Sama oknum penguasa itu, kok nggak diributke,” sebutnya.
Padahal katanya, keberadaan pegawai kontrak tersebut, sebenarnya tidak begitu dibutuhkan oleh pemerintah.
“Hanya nganggur di kantor-kantor. Ndekne mlebu nganggo sogokan.Kok nggak diributke,” imbuhnya.
Menurutnya, Rp75 miliar dari anggaran APBD yang dikeluarkan tiap tahun untuk menggaji pegawai honorer itu, bisa digunakan untuk membangun jalan. Hal itu katanya jauh lebih baik.
“Kok nggak diributke. Jadi nek enek tekon Dewo duit Negoro nggo opo? Tak nggo bangun jalan nek ndi ndi. Tekone karo Haryanto ae ya, karo bupati sebelumnya,” ucapnya.
Soal kenaikan tarif PBB-P2, Sudewo menyebut, setelah dilakukan pengecekan, kenaikan rata-rata tidak sampai 250 persen.
“Kenaikan PBB itu, setelah dicek secara detail, ternyata dari Rp29 miliar di tahun 2024, tahun 2025 itu menjadi Rp65 miliar. Artinya, secara keseluruhan itu tidak mencapai 200 persen,” katanya.
Sebab, menurutnya ada beberapa objek yang tidak perlu harus naik. Karena, sebelumnya sudah ada penyesuaian.
“Penyesuainnya dengan cara apa? Ketika transaksi jual beli, itu sudah dinaikkan NJOP nya. Jadi itu secara otomatis dilakukan penyesuaian, jadi itu,” imbuhnya.
Namun katanya, penyesuaian tersebut tidak dilakukan secara fair, tidak transparan atau tidak terbuka.
“Kalau fair terbuka, itu dibuat kebijakan seperti saya ini. Biar adil kepada semua warga, adil kepada semua wajib pajak. Tapi itu (penyesuaian), yang terjadi ketika ada transaksi jual beli, langsung dinaikkan,” ungkapnya.
“Dinaikkannya tinggi. Dan kalau seperti itu, kenaikan PBB ini tidak sampai 1 persen. 0,1 persen, 0,2 persen. Itu tidak perlu sampai naik 100 atua 200, hanya 1,2 persen. Itu banyak terjadi di dalam kota Pati, di beberapa titik juga ada. Kenaikannya hanya sedikitlah pokoknya,” lanjutnya.
Dirinya juga merespon, bahwa kalau tahun sebelumnya ada yang menyebut sudah terjadi kenaikan tarif PBB, hal itu ketika ada transaksi jual beli. Artinya, kata bupati, kenaikan itu tidak secara keseluruhan.
Baca Juga: Respon Kenaikan PBB 250 Persen, IKA PMII Pati Dirikan Posko Aduan Online
Dirinya menegaskan, kalau kebijakan kenaikan tarif PBB-P2, yakni dilakukan pada tahun 2011 dan 2025 sekarang ini.
“Kalau ada objek pajak mengalami kenaikan itu, ketika secara kebetulan ia melalui transaksi jual beli. Kalau dia transaksi jual beli, balik nama nek nggone BPKAD, kowe langsung sak mene. Itulah yang saya katakan, tidak fair, tidak objektif, tidak transparan,” ucapnya.
Editor: Haikal