31 C
Kudus
Kamis, Juni 12, 2025

Forum Kalen Gelar Webinar, Hadirkan Prof Rosyid, Angkat Islam Tarjumah

BETANEWS.ID, KUDUS – Forum Kamis Legen (Kalen) kembali menggelar webinar. Pada webinar yang digelar pada Selasa (21/5/2025), forum yang sering menggelar diskusi dan kajian berbagai keilmuan ini, mengangkat tema “Gerakan Islam Tarjumah (Rifaiyah): Era Kolonial dan Sekarang”.

Forum Kalen menghadirkan Prof. DR. Mohamad Rosyid, dosen di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus. Hadir pula DR. Edy Supratno, sejarawan dari Kudus, yang menyampaikan pidato kunci, Fauzan Hidayatullah, Pengasuh IBS Al-Ma’mun Jepara, sebagai moderator diskusi.

Dalam webinar yang diikuti sekitar 75 peserta via Zoom ini, Prof. Rosyid mengawali paparannya dengan mengenalkan sosok Ahmad Rifai, sosok yang kemudian memunculkan gerakan Rifaiyah dari para pengikutnya.

-Advertisement-

Prof. Rosyid menjelaskan, Ahmad Rifai lahir di Kampung Tempuran, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, pada 12 November 1785. Pada usia 30 tahun, Ahmad Rifai menunaikan haji, sekaligus menuntut ilmu di Makah dan Madinah, selama 8 tahun. Sepulang ke tanah air, Ahmad Rifai melalukan pergerakan melawan Pemerintahan Kolonial Belanda.

Baca juga: Pengurus IKA PMII Pati 2025-2030 Dilantik, Tekankan Pentingnya Guyub Rukun

“Dalam kitab karyanya, Ahmad Rifai menyatakan Belanda sebagai kafir sehingga harus dilawan. Berperang melawan Belanda jika mati, maka akan syahid,” tutur Prof. Rosyid dalam webinar.

Lebih lanjut dia menjelaskan, gerakan Islam Rifaiyah juga disebut Tarjumah. Sebutan ini merujuk pada karya-karya kitabnya yang ditulis dalam huruf pegon, atau terjemahan dari Bahasa Arab. Dalam kitab yang ditulis dalam bentuk nadzam, Ahmad Rifai menyuarakan kritik dan perlawanan terhadap Belanda.

“Ahmad Rifai melakukan perlawan terhadap Belanda dalam bentuk non-fisik, yakni melalui dakwah. Perlawanan tidak hanya ditujukan pada pemerintah kolonial, tapi juga kepada pribumi yang pro terhadap Belanda,” jelas Prof. Rosyid.

Atas perlawanannya terhadap Belanda tersebut, tutur Prof. Rosyid, Ahmad Rifai kemudian ditangkap dan dipenjara, serta diasingkan ke Tondano, Manado. Di tempat pengasingannya itu, Ahmad Rifai menulis 4 kitab berbahasa Melayu, dan mengirimnya ke menantunya, Maufura. Selain itu, dia juga mengirim surat wasiat, yang berisi larangan para pengikutnya mentaati Belanda.

“Oleh perjuangan Ahmad Rifai melawan Belanda, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar pahlawan pada tahun 2004,” jelasnya.

Gerakan Rifaiyah, kata Prof. Rosyid, terus berlanjut hingga sekarang. Gerakan sosial yang awalnya dilakukan untuk melawan Belanda, kini gerakan Islam Tarjumah telah bertransformasi. Pasca-kemerdekaan, gerakan Rifaiyah menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) pada tahun 1965.

“Komunitas Rifaiyah berdasarkan catatan Darban tahun 2001, ada di 17 kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Secara kultural, komunitas Rifaiyah terus mengkaji kitab-kitab yang ditulis Ahmad Rifai. Komunitas ini juga mendirikan pesantren, sekolah dan lain sebagagainya,” jelasnya.

Dalam sesi tanya jawab, peserta bernama Yusrul Hana yang mengaku tengah meneliti komunitas Rifaiyah di Pekalongan, mengatakan ada sejumlah tradisi keagamaan yang hingga kini masih dijalankan, menjadi kontroversi di masyarakat. Di antaranya, prosesi pernikahan dua kali, Salat Jumat tidak harus 40 jamaah, dan lain-lain. Yang dia tanyakan kepada narasumber, apakah di daerah lain masyarakat Rifaiyah juga demikian.

Baca juga: Bupati Pati Diminta Jelaskan ke Publik soal ‘Kebijakan Ujug-ujug’ Naikkan PBB 250 Persen

“Saya meneliti masyarakat Rifaiyah di Sukolilo Pati. Setahu saya, di sana masyarakat Rifaiyah sangat membaur, terutama dengan masyarakat NU. Bahkkan, di sana ada warga Rifaiyah yang menjadi BPD (Badan Perwakilan Desa), bahkan dua periode. Padahal, dulu masyakat Rifaiyah tidak terlibat langsung di pemerintahan, sebagaimana Ahmad Rifai dulu menentang pemerintah kolonial. Jadi saat ini masyarakat Rifaiyah sudah sangat terbuka dengan perkembangan zaman,” jelas Prof. Rosyid menjawab pertanyaan Yusrul Hana.

Webinar ini diikuti sejumlah kalangan. Tidak hanya mahasiswa, peneliti, dan praktisi akademik, diskusi juga diikuti anggota Rifaiyah dari sejumlah daerah. Mereka ada yang dari Pekalongan, Demak, Jepara, dan sejumlah daerah lainnya.

Webinar ditutup dengan closing statement dari Prof. Rosyid, dia menyatakan masyarakat Rifaiyah senantiasa tidak berhenti belajar mengkaji ilmu apapun, melalui buku, kitab dan menulis. Dia juga berharap, warga Rifaiyah selalu terbuka terhadap perkembangan zaman dan berbaur dengan masyarakat lain.

Editor: Suwoko

2 KOMENTAR

  1. Ormas Rifa’iyah itu 11-12 dg Ormas NU dari ajaran Sunni yg mrk anut, hingga madzhab Fiqih & Tasawufnya sama. Hanya sj Santri Rifa’iyah terlihat lebih berhati-hati & taat mengamalkan ajaran tsb menjadi amalan keseharian di masyarakat ketimbang NU yg nampaknya ketaatan itu terlihat lebih dominan di lingkungan pesantren.
    Santri Rifa’iyah banyak menorehkan prestasi & berkecimpung dunia akademisi & pemerintahan:
    Santri asal Wonosobo mjd Mahasiswa TERBAIK di Al Azhar Mesir, Ada yg di Hadramaut Yaman hingga menerbitkan Buku & Novel, Jadi Dosen di bbrp kampus, UNNES, IAIN Kudus, Bogor bahkan jd pejabat tinggi di KEMENAG RI, Yg ahli Falak jd Peserta Sidang Istbat di JKT. kalau yg d kampung jd Kades, Pamong,
    Rifa’iyah sudah sangat terbuka, turut Andil Membangun & Memelihara Bangsa.
    Seperti sikap Patriotik yg di teladankan Guru mereka Syekh Raden Ahmad Rifa’i

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERPOPULER