BETANEWS.ID, KUDUS – Pemanfaatan serat daun nanas kini menjadi alternatif bernilai tinggi dalam industri tekstil dan kerajinan. Di Kabupaten Kudus, UMKM yang melirik pasar ini adalah Koperasi Miwa Pineapple Prabumulih binaan Rubiyanti.
Rubiyanti mengetahui potensi serat daun nanas sebanding dengan sutra sejak 2020. Selain itu, serat daun nanas juga sebagai solusi menipisnya bahan baku kapuk atau kapas, yang merupakan kebutuhan utama dalam industri sandang.
“Awalnya, saya mendapat saran dari teman untuk mengeksplorasi serat daun nanas. Sejak saat itu, saya mulai mempelajari segala hal tentang nanas dan bagaimana memanfaatkan limbah daunnya menjadi bahan yang berkualitas,” bebernya, Senin (10/3/2025).
Baca juga: Kisah Kesuksesan Ali Produksi Baju Adat Bali Beromzet Menggiurkan
Bahan serat daun nanas, kata Yanti, bisa dijadikan berbagai produk kerajinan maupun produk tekstil yang bernilai jual tinggi. Menurutnya, saat ini dia juga tengah memproduksi ayaman serat daun nanas yang dipadukan dengan pandan. Pasarannya pun sampai mancanegara.
“Jadi produk anyaman tikar itu merupakan bahan dasar, sebelum nantinya akan didaur ulang menjadi produk seperti tas dan lain sebagainya. Saat ini untuk pasaran ekspor di Singapura dan Malaysia dengan pengiriman 10 kilogram per bulan,” jelasnya.
Menurutnya, harga pasaran Indonesia dan mancanegara untuk produk anyaman tikar tersebut terbilang jomplang, atau lebih mahal di pasar internasional tiga sampai empat kali lipat.
Tak hanya berbentuk anyaman, serat daun nanas juga terbilang mahal walau hanya berbentuk serat halus. Harganya pun cukup tinggi seperti yang diketahuinya di daerah Johor Malaysia, dengan Rp900 ribu per kilogram.
Baca juga: Mulai Bisnis Sejak SMA, Hawa Kini Sukses di Usaha Ecoprint
“Kalau untuk harga pasaran di Indonesia, serat daun nanas per kilogram Rp120-160 ribu. Jadi sangat potensial sekali, jika ini dikembangkan lebih baik lagi,” ujarnya.
Terlebih, saat ini tim yang tergabung dalam Koperasi Miwa Pineapple Prabumulih, permintaan serat daun nanas per bulan sebanyak 3 ton baru bisa memenuhi 300 kilogram yang dihasilkan 25 desa binaan.
Editor: Ahmad Muhlisin