BETANEWS.ID, KUDUS – Muhammad Nur Yasin (43) sore itu terlihat telaten menjahit peci pesanan pelanggan di rumah produksinya Desa Honggosoco RT 3 RW 2, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus. Meski sudah ada karyawan dalam pembuatan produknya, ia juga terjun untuk menyelesaikan pesanan pelanggan.
Mengingat h-10 jelang bulan suci Ramadhan ini, tempatnya dibanjiri pesanan peci dari berbagai daerah. Ia mengaku, keistimewaan produk yang dibuatnya menggunakan bahan berkualitas dan banyak jenis yang dapat dipilih pembeli.
Baca Juga: Melihat Keseruan Pelatihan Pembuatan Boneka Lilit Pertama di Dunia
âKami siap melayani pesanan custom model dan ukuran. Biasanya peci dijual dalam ukuran seri 4, 5, 6, 7, 8, tapi di sini kalau ada yang pesan ukuran, misalkan ukuran 7 sebanyak 100 buah pun tetap kami layani,â jelasnya.
Peci Kang Santri menawarkan total 19 motif. Di bagian atas terdapat enam motif, lima motif bordir di samping, empat motif profil, dan empat motif laser. Produk unggulan yang paling diminati adalah tipe AC tengah meski saat ini mulai banyak yang meniru desain tersebut.
“Untuk harga peci bervariasi, mulai dari Rp55 ribu hingga di atas Rp100 ribu, tergantung motif dan bahan yang digunakan. Sedangkan untuk bahan dalamnya, saya menggunakan satin yang dapat menyerap keringat. Kalau biasanya kan memang biasa,” tuturnya.
Menjelang Ramadan, permintaan peci di tempatnya mengalami kenaikan sekitar 50 persen dari hari-hari biasa. Namun jika dibandingkan dengan tahun lalu perbandingannya menurun.
âProduksi bulan-bulan sebelumnya memang ramai, tapi tidak seperti tahun kemarin. Permintaan kebanyakan dari luar kota seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Papua. Kalau dari Kudus sendiri malah jarang,â ungkapnya.
Untuk memenuhi pesanan, Yasin mengungkapkan kini pihaknya menyelesaikan sekitar 1.000 peci hingga bulan ini. Namun, pesanan akan ditutup pada tanggal 10 Ramadan.
âKalau ada pesanan setelah itu, kami sarankan setelah Lebaran saja. Masih ada sekitar 1.000 pesanan yang belum terselesaikan, kebanyakan dari Tegal dan Cirebon Kuningan,â jelasnya.
Usahanya melibatkan delapan karyawan, seluruhnya ibu-ibu warga sekitar. Mereka lebih memilih mengerjakan di rumah. Meski begitu, kata Nur, produknya itu tetap memberikan kualitas dengan quality kontrol yang detail.
âProses pemotongan kain dilakukan di sini, sementara pengerjaan di rumah masing-masing, dan finishing kembali di tempat produksi. Ini untuk menjamin produk tetap bagus,â katanya.
Ia menambahkan, dia memulai usaha peci ini setelah sebelumnya memproduksi baju koko. Ia beralih karena persaingan yang ketat dan pasar yang hanya ramai menjelang Lebaran. Inspirasi awalnya berawal dari membuat peci untuk anaknya.
Baca Juga: Angkat Motif Toren Waduk Seloromo, Batik Gading Sari Kenalkan Ikon Khas Gembong
“Pertama kali saya belajar pakai peci yang sudah jelek, lalu saya potong dan kecilkan. Ternyata hasilnya bagus, akhirnya saya coba produksi lebih banyak dan dipasarkan ke pondok pesantren, ternyata responsnya bagus,â terangnya.
Hingga kini produk yang dibuat banyak diminati pelanggan dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan daerah Papua hingga kini masih berlangganan di tempatnya.
Editor: Haikal Rosyada