BETANEWS.ID, KUDUS – Produksi kopi di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus pada 2024 menurun drastis. Jika pada 2023 total produksi kopi bisa mencapai 20 ton green bean, tahun lalu merosot hingga 60 persen menjadi hanya 8 ton. Namun, harga kopi justru mengalami kenaikan hampir dua kali lipat dibanding 2023.
Salah satu petani kopi Desa Colo, Teguh Budi Wiyono, menyampaikan, faktor utama penurunan produksi kopi adalah cuaca panas ekstrem. Cuaca panas tahun lalu membuat tanaman tidak bisa tumbuh optimal, sehingga jumlah buah kopi yang dihasilkan berkurang drastis. Ini yang menyebabkan produksi turun hingga 60 persen,” ujar Teguh saat ditemui di gudang kopi Desa Colo, belum lama ini.
Meski produksi turun, ungkap Teguh, harga kopi justru naik tajam. Jika sebelumnya harga kopi berkisar antara Rp30-40 ribu per kilogram, kini melonjak menjadi Rp60-70 ribu.
Baca juga: Goodang Kopi Muria: Produsen Kopi Premium yang Pelanggannya dari Kota-Kota Besar
“Namun, kenaikan harga ini tidak serta-merta meningkatkan keuntungan petani secara signifikan. Sebab, hasil produksinya juga turun drastis. Jadi, meskipun harga naik, hasil panen yang lebih sedikit membuat pendapatan petani relatif sama,” jelas Teguh.
Dia mengungkapkan, kopi hasil panen di Desa Colo mayoritas berasal dari varietas Robusta, dengan Arabica hanya sekitar 5 persen. Kopi dari daerah ini dijual ke berbagai kota, termasuk Jakarta dan Bekasi.
“Kalau ke Bekasi, biasanya yang dikirim adalah kopi petik merah. Sedangkan asalan (kopi gelondongan) banyak dikirim ke Temanggung dan Malang,” katanya.
Menurut Teguh, tantangan lain yang dihadapi petani kopi di Colo adalah belum terserapnya seluruh hasil panen oleh pasar. Sebagian kopi justru dibeli oleh tengkulak dari luar daerah dan kemudian dibranding ulang dengan nama daerah lain.
Baca juga: Keren! Kopi Robusta Japan Kudus Tembus Pasar Mancanegara
Makanya dia berharap, ke depan tidak ada pembukaan lahan baru yang berlebihan, sehingga ekosistem perkebunan kopi tetap terjaga. Menurutnya, yang terpenting adalah menjaga kualitas dan stabilitas produksi, bukan sekadar memperluas lahan. Kelompaknya saat ini beranggotakan 63 petani dan mengelola lahan kurang lebih seluas 25 hektare.
“Di Pegunungan Muria yang dikenal menghasilkan kopi terbaik itu ada di Desa Tempur Jepara. Kemudian di Colo dan Rahtawu Kudus, serta Gunungwungkal Pati,” sebutnya.
Editor: Ahmad Muhlisin