BETANEWS.ID, KUDUS – Kementerian Agama menggenjot Program Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) untuk memberikan kesetaraan pendidikan bagi santri pondok pesantren (ponpes).
Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kudus, Sulthon, menyampaikan, program tersebut ditujukan untuk ponpes dengan sasaran anak tidak sekolah atau yang tidak punya sekolah formal.
“Program ini mengafirmasi santri agar bisa mendapatkan ijazah formal yang diakui, sehingga bisa digunakan untuk melanjutkan pendidikan maupun mendaftar pekerjaan seperti lulusan lainnya,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (19/9/2024).
Baca juga: 30 Koperasi Ponpes di Kudus Dapat Pelatihan Digitalisasi Pengelolaan Keuangan
Ia menuturkan, Program PKPPS memiliki tiga tingkatan yaitu Ula setingkat dengan SD/MI, Wustho setingkat SMP/MTs, dan Ulya setingkat SMA/MA. Dengan mengikuti program ini, lulusan bisa melanjutkan pendidikan di luar ponpes hingga daftar kuliah dan untuk mendaftar sebagai syarat menjadi pegawai negeri.
Sulthon menjelaskan, hingga saat ini sudah ada beberapa pondok pesantren di Kudus yang mendapatkan izin operasional (Ijop) program ini. Syaratnya, ponpes sudah terdaftar di Kemenag, aktif dalam melakukan kegiatan, dan memiliki minimal 15 santri.
“Tingkat Ula ada tiga, Wustho ada empat, dan Ulya ada dua. Selain itu, ada beberapa rintisan lainnya yang belum mengantongi ijop karena masih dalam tahap moratorium,” terangnya.
Meski begitu, jumlah ponpes yang menjalankan program PKPPS di Kudus masih terbilang sedikit. Kendala mereka salah satunya adalah terbatasnya tenaga pendidik.
Baca juga: Mahasiswa Asing di UMK Ada 15 Orang, Paling Jauh dari Nigeria
“Rata-rata ponpes di Kudus sudah memiliki pendidikan formal seperti MI, MTs, dan Aliyah, atau santri mereka mengikuti pendidikan di sekolah terdekat. Tapi program ini hadir untuk santri yang tidak bisa atau tidak mampu mengikuti sekolah formal,” jelasnya.
Saat ini, lanjutnya, sudah ada ratusan santri yang lulus melalui program PKPPS, dan jumlahnya terus bertambah setiap tahun sejak dimulai program pada 2019 lalu.
“Dengan adanya PKPPS, pondok tidak perlu ekstra mengurus santri yang ingin mendapatkan ijazah formal. Kegiatan pendidikan tetap berlangsung di dalam pondok, sehingga santri tidak perlu keluar untuk belajar di tempat lain,” imbuhnya.
Editor: Ahmad Muhlisin