BETANEWS.ID, JEPARA – Desa Bulak Baru, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara dulunya merupakan desa yang bernama Bulak. Namun desa tersebut hilang ditelan abrasi pada tahun 1981. Kini, setelah 43 tahun pasca peristiwa tersebut, Desa Bulak Baru masih dibayang-bayangi bencana abrasi.
Purwoko, Kepala Desa Bulak Baru mengatakan bencana abrasi mulai terjadi di Desa Bulak sekitar tahun 1960-an. Namun perpindahan warga secara besar-besaran baru terjadi pada tahun 1981 saat desa tersebut diterjang tsunami kecil.
Baca Juga: Ini yang Bakal Terjadi pada Bank Jepara Artha Jika Tak Kunjung Pulih
Bencana abrasi kemudian kembali menelan wilayah pesisir pantai Desa Bulak Baru sekitar tahun 2009 – 2010 yang mengikis wilayah daratan sekitar 200 meter.
Dari bencana tersebut, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Tengah, kemudian turun tangan dengan memberi bantuan berupa pemecah gelombang sepanjang 107 meter pada tahun 2014. Bantuan menurut Purwoko juga datang dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Provinsi Jawa Tengah berupa bronjong sepanjang 72 meter.
Karena bencana abrasi masih membayangi Desa Bulak Baru, Pemerintah Desa (Pemdes) pada tahun 2023 kemarin, kemudian kembali membangun Bronjong di sekitar pesisir pantai dengan panjang 70 meter.
“Bencana Abrasi setiap tahunnya masih terjadi di pesisir Bulak Baru dengan rata-rata pengikisan tanahnya sekitar 10 – 20 meter per tahun,” katanya pada Jumat (12/1/2024) saat kegiatan Ijonisasi Pesisir Jepara, “Ibu Bumi Dirawat, Jagate Ora Sambat” di Pantai Bulak Baru.
Dengan adanya kegiatan penanaman mangrove di kawasan wisata Pantai Bulak Baru, ia berharap kegiatan tersebut juga bisa mendukung keberlangsungan keberadaan wisata di pesisir pantai tersebut.
“Penghijauan ini harapannya bisa menghijaukan dan menyejukkan wisata yang ada di Desa Bulak Baru,” tambahnya.
Nur Khoiri, Wakil Dekan II Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN Walisongo mengungkapkan bahwa wilayah pesisir pantai Jepara menurutnya masih rawan terhadap bencana abrasi.
Baca Juga: Bank Jepara Artha Stop Penarikan Dana Nasabah
Bencana tersebut menurutnya merupakan salah satu dampak dari fenomena alam El-Nino yang seharusnya di masa sekarang ini sudah memasuki musim penghujan tetapi masih musim kemarau.
“El-Nino diantaranya menyumbang abrasi. Cara yang paling tepat untuk menangani abrasi yaitu dengan melaksanakan penghijauan salah satunya dengan menanam mangrove,” katanya.
Editor: Haikal Rosyada