BETANEWS.ID, KUDUS – Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) Kudus meminta setiap sekolah membuka layanan pendidikan inklusi. Hal itu ditujukan untuk mempermudah anak berkebutuhan khusus (ABK) mendapatkan pendidikan, tanpa harus membawanya ke Sekolah Luar Biasa (SLB).
Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Dasar (Dikdas) Disdikpora Kudus, Anggun Nugroho, mengatakan, pendidikan inklusi penting diterapkan dalam setiap sekolah untuk memutus kasus anak putus sekolah. Sehingga, dalam proses penerimaan siswa didik baru, guru dapat memberikan pendampingan khusus dalam proses belajar.
“Jadi, harus jelas dari awal. Sehingga sekolah itu tahu treatment apa yang harus dilakukan, melalui Guru BK dan guru pendamping yang sudah dibekali mengenai pendidikan inklusi,” katanya saat ditemui di kantor Disdikpora Kudus, Rabu (15/11/2023).
Baca juga: Puluhan Guru SD di Jekulo Belajar Pendidikan Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Berdasarkan kasus di Kudus, lanjut Anggun, kebanyakan siswa inklusi mengalami masalah dalam psikologi. Untuk itu, guru diminta agar lebih ekstra dalam memperhatikan kondisi sosial maupun pendidikan pada anak tersebut.
“Yang jelas guru BK harus paham dan guru kelas juga harus paham. Nah ini yang harus kita beri bekal, melalui sosialisasi dengan kepala sekolah dan guru. Kalau ada anak yang berkebutuhan khusus akan diberi arahan bagaimana memberikan pelayanan pendidikan inklusi,” terangnya.
Selain itu, ABK juga diberikan semangat dan motivasi dalam belajar. Salah satunya dengan memberikan pemahaman kepada para siswa lainnya untuk tidak melakukan perundungan dan turut merangkul dalam kegiatan belajar mereka.
“ABK dibiarkan berbaur dengan anak-anak yang lain, akan tetapi secara treatment harus ada. Misalnya jangan dibentak terlalu keras. Termasuk bapak ibu guru memberikan pemahaman itu kepada siswa yang lain,” ujarnya.
Baca juga: Disdikpora Kudus Siapkan SD Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Ia berharap, ke depannya layananan pendidikan di Kabupaten Kudus dapat menerapkan pendidikan inklusi. Hal itu dilakukan mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Kalau sekarang harapannya semua sekolah itu inklusif, tidak boleh eksklusif. Jadi tidak boleh sekolah tertentu yang menerapkan inklusif. Tidak terbatas dengan jumlah sekolahnya,” pungkasnya. (adv)
Editor: Ahmad Muhlisin