BETANEWS.ID, DEMAK – Kemarau basah yang terjadi di Indonesia tak menghalangi petani garam di Demak untuk tetap panen. Mereka kini tak perlu takut gagal panen sejam menerapkan teknologi geomembrane atau plastik hitam. Bahkan, dengan cara ini pula, mereka bisa panen lebih cepat dengan kualitas garam yang lebih putih dan tentunya lebih bagus.
Salah satu petani garam Ahmad mengatakan, dengan menggunakan geomembrane, ia memang tak perlu was-was saat hujan turun, karena ia tetap bisa panen dengan menunggu hujan reda.
Menurutnya, cara kerja geomembrane juga sederhana. Pertama, setelah dipasang, ia tinggal mengisinya dengan air laut yang sudah tua. Setelah tiga sampai empat hari, kemudian garam sudah bisa dipanen meski jumlahnya tidak begitu banyak.
Baca juga: Mesin Pengolah Garam Ciptaan Pak Simin Siap Bersaing dengan Buatan Pabrik
“Awalnya ya dapat lima hingga enam sak dengan ukuran 50 kilogram. Nanti setelah cuaca panas jumlah yang bisa dipanen terus bertambah hingga mencapai 50 sak setiap petak,” kata warga Desa Kedungkarang, Kecamatan Wedung itu, Rabu (27/7/22).
Meski lahan yang digarap itu sewa milik desa, Ahmad mengaku tetap mendapatkan untung yang cukup banyak. Tanah itu ia sewa dengan biaya Rp 23 juta. Sedangkan untuk pembelian alat geomembrane, ia menghabiskan Rp10 juta untuk empat rol.
Baca juga: Laboratorium Aprogakob, Ujung Tombak Produksi Garam di Pati
“Kalau panasnya lama dan harga garam bagus, modal segitu bisa kembali bahkan sisanya banyak. Namun, jika tak ada panas atau hujan terus ya modal tak kembali. Namun sepanjang saya menyewa lahan garam banyak untungnya daripada ruginya,“ beber Ahmad.
Menurutnya, geomembrane ini jika dirawat dengan baik bisa tahan anatar tiga hingga empat tahun. Namun lambat laun, hasil dan kualitasnya kalah dengan yang baru.
“Jika harga garam tinggi saya lebih cenderung beli yang baru,” pungkas Ahmad.
Editor: Ahmad Muhlisin