SEPUTARKUDUS.COM, JANGGALAN – Di tepi utara Jalan KH Noor Hadi tepatnya di Keluarahan Janggalan, Kecamatan Kota, terlihat toko berdinding kaca. Di dalam toko terlihat ratusan busana berwarna-warni berhias bordir terpajang rapi sesuai bentu. Di ruangan lain tampak seorang perempuan paruh baya sibuk dengan smartphone di tanganya. Perempuan tersebut bernama Hidayah (61), pemilik usaha Bordir Hida Bordir yang sempat jatuh bangun karena ditipu.

Di sela aktivitasnya, perempuan yang akrab disapa Hida itu sudi berbagi kisah kepada Seputarkudus.com. Dia mengatakan, usaha bordir pakaian dia rintis setelah menikah, dan menurutnya setahun berjalan usahanya tersebut langsung berkembang dan kebanjiran order.
“Pada waktu itu usaha bordir di Kudus masih jarang dan minim persaingan. Hingga usaha bordirku kebanjiran order. Tidak hanya di Kudus, namun pemesanan sudah merambah daerah sekitar diantaranya, Pati, Jepara, Semarang, dan Solo,” ujar perempuan berkaca mata tersebut, beberapa waktu lalu.
Perempuan yang sudah dikaruniai lima anak dan 13 cucu itu menuturkan, pada waktu itu bordir yang diproduksi belum sehalus bordiran sekarang. Menurutnya bordir yang dulu dia produksi merupakan bordir untuk hiasan pada kamisol pakaian dalam untuk wanita dewasa, sarung bantal, dan kerudung
Menurutnya saat pertama merintis usaha dia mengaku langsung mempekerjakan empat orang. Namun seiring berjalan dengan banyaknya orderan dia juga menambah jumlah pekerjanya. Bahkan saat itu dia mempunyai sekitar 50 pekerja. Hingga pada tahun 1975 dia mulai menggunakan hasil dari usaha bordir untuk merambah usaha konveksi, jual beli mesin jahit, hingga menjadi juragan becak.
“Pada waktu itu aku semangat sekali untuk membuka usaha, setiap ada peluang aku langsung membuka usaha tersebut. Dari bordir, aku lalu buka konveksi, aku juga membuka usaha jual beli mesin jahit karena usaha bordir dan konveksiku berhubungan dengan mesin tersebut. Aku juga membeli 20 becak untuk aku sewakan pada orang dengan biaya waktu itu Rp 350 sehari,”kenangnya.
Dia menuturkan pada saat itu dia merupakan wanita yang lumayan sibuk. Selain mengurusi anak dan suami dia mengaku mengurusi semua usahanya tersebut seorang diri. Karena pada waktu itu suaminya masih bekerja di pabrik rokok. Hingga musibah menimpa, menurutnya usaha konveksi miliknya mengalami kebangkrutan karena para pemesan tidak membayar barang yang sudah dia kirim.
“Karena kejadian tersebut aku harus menanggung utang di bank. Aku juga dengan terpaksa menutup usaha konveksi serta bordir, untuk mengurangi kesibukan dan bisa fokus membesarkan anak-anakku serta mengelola usaha yang masih ada,” ungkap Hida yang mengaku pada waktu itu para pelangganya membayar dengan cek kosong.
Setelah anaknya sudah beranjak dewasa, pada tahun 1990 Hida mengaku tertarik membuka kembali usaha bordir. Karena menurutnya pada tahun tersebut peminat bordir meningkat, namun berbeda dengan bordir yang dia produksi dulu. Pada tahun tersebut bordir yang diminati bordir halus dan lebih rumit.
“Meski berbeda dengan bordir yang aku produksi dulu, aku merasa tertantang dan ingin membuat bordir yang sesuai permintaan pasar. Dan alhamdulillah dengan ketelitian dan kerja keras usaha bordirku bisa bertahan sampai sekarang dan memiliki banyak pelanggan,”ujar Hidayah yang memberi nama usahanya dengan nama panggilanya Hida Bordir.