SEPUTARKUDUS.COM, PURWOSARI – Sejumlah pemuda membawa kardus, karung berisi beras, dan kantong plastik berjalan melewati lorong menuju rumah dengan halaman yang sempit di Desa Purwosari, Kecamatan Kota, Kudus. Rumah tersebut ditinggali Ngatini (70). Pemuda yang tergabung dalam Komunitas Ketimbang Ngemis (KN) itu memberi bantuan dari donatur dan disalurkan penghuni rumah yang dituju. Perempuan renta yang sehari-hari memulung sampah itu tak bisa sembunyikan rasa haru.

Mbah Ngatini, begitu dirinya biasa disapa, mengaku senang karena telah diberi bantuan oleh Komunitas Ketimbang Ngemis. Ngatini juga mengucapkan banyak terima kasih kepada donatur. Dia mengatakan hanya bisa mendoakan para dermawan semoga selamat, dan mendapat balasan atas kebaikannya.
“Saya senang ada yang membantu, saya cuma bisa mendoakan orang-orang yang sudah memberi donasi. Orang-orang baik yang masih mau membantu, semoga selamat dan mendapat balasan atas kebaikannya. Maaf kaki saya tidak bisa diam, memang gemetar terus seperti ini,” tuturnya sambil memegang kakinya yang terus gemetar.
Kepada Seputarkudus.com Mbah Ngatini sudi berbagi cerita tentang kehidupannya. Dia mengatakan sudah lima tahun memungut sampah. Sampah yang dikumpulkannya dijual setiap satu pekan sekali. Dalam satu pekan mbah Ngatini hanya mendapat uang sekitar Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu. Dia mengaku uang tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Dia bersyukur ada adiknya yang masih membantu untuk mencukupi kebutuhan. Karena semua anaknya sudah meninggal, saat ini Mbah Ngatini tinggal bersama adiknya.
“Kalau tidak hujan saya mencari sampah mulai pukul 9.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Sampah yang saya kumpulkan saya jual setiap satu pekan sekali. Hasilnya tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari, jadi masih minta adik saya,” jelasnya.
Sementara itu, Painah (60), seorang pemulung di Desa Prambatan Kidul, Kecamatan Kaliwungi, yang juga mendapat bantuan dari dermawan yang diberikan KN Kudus, mengaku senang dan berterimakasih atas bantuan yang diberikan. Gunadi (72) suaminya juga salut dengan pemuda yang masih aktif di komunitas sosial seperti KN Kudus.
Painah mengungkapkan, dirinya menjadi pemulung sejak tahun 2000, tetapi mulai merasa kekurangan sejak suami dan dirinya diPHK pada tahun 2007. Dia mulai berangkat mencari sampah pukul 3.00 WIB hingga pukul 7.00 WIB. Saat sore, dirinya berangkat lagi pukul 16.00 hingga menjelang Maghrib. Saat ini dia masih membiayai satu anaknya yang masih sekolah menengah atas (SMA) kelas tiga.
“Biasanya saya mencari samapah di sekitar daerah Menara (Menara Kudus), Majapahit, Pengkol, kemudian arah balik ke Prambatan Kidul. Hasil dari mencari sampah yang saya kumpulkan dalam dua pekan hanya mendapat uang Rp 70 ribu,” ungkapnya.