SEPUTARKUDUS.COM, RENDENG – Seorang wanita mengenakan kaus abu-abu lengan hitam keluar dari kamar di Panti Pijat Tunanetra Anisa Desa Rendeng RT 5, RW 2, Kecamatan Kota, Kudus. Dia adalah Churriyah Anisa (39), seorang wanita tunanetra yang sudah menekuni usaha pijat kurang lebih sekitar 19 tahun.
Anisa (kiri bawah) bersama rekan-rekannya di Panti Pijat Tunanetra Anisa, Kudus. Foto: Ahmad Rosyidi |
Kepada Seputarkudus.com, Anisa sudi berbagi kisah tentang panti pijat yang ia dirikan. Dia mengatakan, tak jarang dirinya mengalami perlecehan dan prilaku tidak sopan dari pasiennya. Saat menemui pasien “nakal”, dia mengaku keluar ruangan. Kemudian ada penjaga yang biasa disana untuk memberi nasihat kepada pasien tersebut.
“Banyak pasien yang tidak sopan, mintanya pijat plus-plus. Saya kesal dan saya tinggal keluar. Saya biarkan dia di dalam nanti juga keluar sendiri. Biasanya ada pak Paimo yang jaga di sini memberi nasihat. Saya berusaha sabar daripada saya ribut lebih baik saya tinggal saja,” uangkap wanita tiga anak itu.
Anisa mengaku sudah tujuh kali berpindah-pindah tempat membuka usaha pijat. Sejak dirinya selesai sekolah pijat pada awal tahun 1997, dia bekerja sebagi tukang pijat di Kaliputu, Kecamatan Bae, Kudus selama enam bulan. Setelah itu dia membuka jasa pijat di rumahnya Desa Bae, Kecamatan Bae Kudus selama satu tahun.
“Kemudian saya ikut suami dan membuka jasa pijat di Dukuh Pucangkerep, Desa Keramat, Kota Kudus, selama dua tahun, waktu itu dibantu tiga orang. Kemudian pindah ke Jalan Menur selama dua tahun. Pindah lagi ke Desa Melati Lor selama tujuh tahun, waktu itu dibantu enam orang. Masih pindah lagi ke Desa Melati Kidul selama tiga tahun, dan dibantu satu orang waktu itu. Terakhir di sini sudah sekitar tiga tahun,” jelasnya.
Dia mengaku berpindah-pindah tempat karena saat itu masih mengontrak. Dan saat ini Anisa mengaku bersyukur karena sudah bisa membeli rumah meski belum lunas angsurannya. Dan setiap pindah tempat dia mengaku banyak pasien yang tidak datang kembali karena kehilangan jejak.
Anisa mengungkapkan pandangannya mulai kabur sejak kelas satu sekolah tinggi pertama (SMP). Sampai saat ini dia tidak tahu penyakit apa yang membuatnya tidak bisa melihat, karena dokter hanya mengatakan kepada ayahnya dan dia tidak diberitahu. Dia tidak bisa melihat total setelah melahirkan anak kedua pada tahun 2001.
Meski tidak bisa meihat, dia mengaku bisa melakukan sendiri aktivitas sehari-hari di rumah. Misalnya menyamu, ngepel, nyuci, dan menyetrika pakaian, masih bisa dia lakukan karena sudah terbiasa. Tetapi untuk aktivitas di luar rumah biasanya dia mengajak anaknya untuk menemani.