SEPUTARKUDUS.COM, JANGGALAN – Peluh bercucuran membasahi tubuh Rohmat (74) yang telah renta saat menarik gerobak kusamnya di Jalan HM Subchan, Kudus, tidak jauh dari perempatan lampu merah Jember. Setelah berjalan sekitar 100 meter dia menghentikan gerobaknya dan beristirahat. Setelah duduk, dia meneguk air putih di dalam botol yang dia bawa,kemudian menyalakan sebatang rokok kretek dan menghisapnya.
Rahmat melangkah menyusuri jalanan di Kudus untuk menjual mebel menggunakan gerobak. Foto: Rabu Sipan |
Saat istirahat, Rohmat sudi berbagi cerita tentang usahanya menjual mebel dengan berjalan kaki kepada Seputarkudus.com beberapa waktu lalu. Rohmat menceritakan, dirinya membawa produk mebel tersebut dari desanya, Tambakromo, Pati. Setiap hari dirinya menarik gerobak berjalan kaki dari kampung ke kampung di Kudus. Sejak beberapa hari lalu, barang dagangan Rohmat belum ada yang laku.
“Aku sejak kemarin berada di Kudus, tapi sampai sekarang barang yang aku jual belum satupun yang terbeli. Jangankan membelinya menawarpun belum ada. Aku berharap hari ini ada pembeli agar aku bisa makan, soalnya uang buat bekal makan sudah habis,” harap Rohmat.
Pria yang memiliki enam anak dan sudah dikaruniai 11 cucu tersebut mengaku, berangkat berjualan dari rumahnya seusai salat Subuh. Dia berjalan kaki menarik gerobak berisi produk mebel dari kampung ke kampung di Kudus. Sampai Desa Tumpangkrasak, Kecamatan Jati, sekitar pukul 19.00 WIB, belum satupun barang yang dijualnya laku. Di desa itu dia memutuskan berhenti dan bermalam di balai desa.
Rohmat tidak akan pulang bila semua produk mebel yang dia bawa belum terjual semua. Dia mengaku akan mengelilingi Kudus untuk beberapa hari guna menjual habis dagangannya tersebut. Saat malam menjelang dia akan menginap di balai desa, sekadar bermalam dan mandi.
“Biasanya aku memerlukan waktu delapan sampai sepuluh hari untuk menjual habis ranjang dan empat meja kayu yang aku jual. Dan bila terjual semua aku mendapatkan uang sekitar Rp 1,6 juta hasil dari penjualan ranjang seharga Rp 800 ribu, dan empat meja yang masing – masing seharga Rp 200 ribu. Itu kalau tidak ditawar,” rinci Rohmat
Rohmat mendapatkan barang daganganya dari tetangga di kampungnya yang mempunyai usaha mebel. Sejak usianya tak lagi muda, dia tak lagi bisa membawa produk mebel dalam jumlah banyak. Tenaganya untuk menarik gerobak tak lagi sekuat dulu.
“Sebenarnya semua anaku memintaku untuk berhenti berjualan. Tapi karena aku tidak mau merepotkan mereka, aku tetap berjualan untuk kebutuhan makan sehari – hariku dan istriku,” ungkapnya